Tafsir Tarbawi: QS. Al-Muzammil ; 77-80 dan QS. Al-Waqi’ah ; 77-80
PENDAHULUAN
“sesungguhnya Kamilah yang menurunkan
Al-Qur’an dan sesungguhnya Kami benar-benar menjaganya”. (QS al-Hijr : 9).
Termasuk sebab-sebab pemeliharaan
al-Qur’an didalam hati dan mushaf adalah melanggengkan al-Qur’an itu dibaca dan
ditekuni mempelajarinya dan melaksanakan tata kesopanan-tata kesopanan dan
syarat-syaratnya dan memelihara aml-amal batin dan tatatkesopanan-tata
kesopanan lahir yang ada didalamnya.
Demikian itu wajib daari penjelasan dan
perinciannya. Tujuan-tujuan ini terdapat didalam makalah kali ini.
PEMBAHASAN
1.
Surat Al-Muzammil ; 77-80
A.
Lafadz dan Arti.
يَأيُهَا الْمُزَمِّلُ ÇÊÈ Éقُمِ اَّليْلِ
اِلَّا قَلِيْلاً ÇËÈ ÿنِصْفَهُ أَوِ
انقُصْ مِنْهُ قَلِيْلاً ÇÌÈ اَوْ زِدْ عَلَيْهِ وَرَتِّلِ
الْقُرْءَانَ تَرْتِيْلاً ÇÍÈ إِنَّا سَنُلْقِي عَلَيْكَ قَوْلًا
ثَقِيْلاً ÇÎÈ إِنَّ نَاشِئَةً الَّيْلَ هِيَ اَشَدُّ
وَطْئًا وَاَقْوَمُ قِيْلاً ÇÏÈ
Artinya :
1.
Hai orang yang berselimut (Muhammad),
2.Bangunlah
(untuk sembahyang) di malam hari, kecuali sedikit
(daripadanya),
3.
(yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit.
4. Atau
lebih dari seperdua itu. dan bacalah Al Quran itu dengan perlahan-lahan.
5.
Sesungguhnya Kami akan menurunkan kapadamu Perkataan yang berat.
6.
Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyuk) dan
bacaan di waktu itu lebih berkesan.
B.
Kosakata Sulit.
المزمل
- Orang yang berselimut
ورثل القران
- Bacalah
Al-Qur’an dengan perlahan dan pelan-pelan
ثقيلا- Berat
ناشئة
- Bermula/ terjadi/ datang
sedikit demi sedikit/ bangkit.
وطا
- Cocok dan sesuai
اقوام قيلا - Lebih
mantap bacaannya, karena hadirnya hati dan tenangnya suara
سبحا قيلا
-
واذ كرسم ربك - Kekalnya
menyebut nama-Nya itu pada waktu malam dan siang
وتبتل اليه تبتيل
-
فاتخذه وكيلا
-
C.
Munasabah Ayat.
Pada akhir surah al-Jinn, Allah
menjelaskan bahwa tidak seorangpun yang dapat mengetahui kapan datangnya azab
(kiamat), termasuk Nabi Muhammad. Pada ayat-ayat berikut ini, Allah menjelaskan
agar Nabi Muhammad bangun pada malam hari untuk beribadah, senantiasa mengingat
Allah, dan membaca al-Qur’an.
D.
Asbabun Nuzul.
Ibnu Abbas berkata, “awal mula Jibril
datang di Gua Hira, Nabi Muhammad takut kepadanya. Maka dalam keadaan gemetar, Nabi
Muhammad Pulang meninggalkan Gua Hira Setiba dirumah beliau berkata,
‘selimutilah aku, selimutilah aku.’ Ketika Nabi dalam keadaan berselimut,
Jibrilpun datang kepadanya dengan menyampaikan ayat-ayat ini.
E.
Tafsir.
a.
Tafsir Jalalain.
(1)
‘Hai orang-orang yang berselimut’ yakni
Nabi Muhammad, asal kata al-muzammil ialah al-mutazammil,
kemudian huruf ta’ diidghomkan kepada huruf za sehingga jadilah al-muzammil,
artinya orang yang menyelimuti dirinya dengn pakaian sewaktu wahyu datang
kepadanya karena merasa takut akan kehebatan wahyu itu.
(2)
‘Bangunlah dimalam hari’ maksudnya
shalatlah dimalam hari.
(3)
‘yaitu seperduanya atau kurangilah
darinya itu sedikit’ menjadi badal dari lafadz qaliilan penngertian sedikit ini
bila dibandingkan dengan keseluruhan waktu malam hari dari seperdua itu hingga
mencapai sepertiganya.
(4)
‘Atau lebih dari seperdua itu. dan bacalah al-Qur’an itu
dengan perlahan-lahan’ hingga mencapai dua pertiganya, pengertian yang
terkandung didalam lafadz au menunjukkan makna boleh memilih,
memantapkan bacaannya.
(5)
‘Sesungguhnya
Kami akan menurunkan kapadamu Perkataan yang berat.’ Bacaan al-Qur’an yang hebat. Dikatakan berat
mengingat kewajiban-kewajiban yang terkandung didalamnya.
(6)
‘Sesungguhnya
bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyuk) dan bacaan di waktu
itu lebih berkesan’ maksudnya melakukan sholat sunnah dimalam hari sesudah tidur untuk
khusyuk didalam memahami bacaaan al-Qur’an dan lebih jelas dan mantap serta
lebih berkesan.
b.
Tafsir Maraghi.
Shalat malam dan membaca al-Qur’an
dengan perlahan
(1-2) Wahai Nabi
yang berselimut dengan kain dan bersiap-siap untuk shalat, kekalkanlah shalat
pada waktu malam seluruhnya, kecuali sedikit.
(3) kecuali
sedikit yaitu setengah malam atau kurang setengah atau lebih dari setengah
sehingga menjadi dua pertiga malam. Ringkasnya ia disuruh untuk sholat setengah
malam, atau lebih sedikit atau kurang sedikit dari setengah malam itu. Dan
tidak ada halangan baginya. Sesudah memerintahkan agar bangun dan sholat malam
Dia memerintahkan untuk membaca al-Qur’an dengan tartil. Bacalah al-Qur’an
dengan perlahan, karena yang demikian itu untuk lebih membantu memahami dan
merenungkannya.
(4) yang
dimaksud dengan tartil adalah menghadirkan hati saat membaca, tidak hanya
mengeluarkan huruf-huruf dari tenggorokan dengan mengerutkan muka, mulut, dan
irama nyanyian. Dan diantara hikmah tartil ialah memungkinkan perenungan
hakikat-hakikat ayat dan detailnya. Misalnya ketika sampai kepada yang
disebutkan Allah, qari’ akan merasakan kebesaran dan keagungan-Nya.
Quraish Shihab menuturkan bahwa, Tartil al-Qur’an adalah
membacanya dengan perlahan sambil memperjelas huruf-huruf berhenti dan memulai,
sehingga penglihatan dan pendengarannya dapat memahami dan menghayati kandungan
pesan-pesannya.
(5-6)
sesungguhnnya kami akan menurunkan kepadamu al-Qur’an yang mengandung
urusan-urusan yang berat bagimu dan bagi para pengikutmu baik perintah-perintah
maupun larangan-larangannya. Maka janganlah kamu memperhatikan kesulitan ini,
dan biasakanlah ia karena apa yang terdapat dalam memanjangkannya. Berkata al-Hasan
bin Fadl, yang berat ialah yang tidak dapat dipikul kecuali oleh hati yang
didukung dengan taufik dan jiwa yang dihiasi dengan tauhid.
Ayat ini menerangkan bahwa Allah akan
menurunkan al-Qur’an kepada Muhammad saw yang didalamnya terdapat perintah dan
larangannya. Hal ini merupakan beban yang berat, baik kepada Muhammad saw
maupun pengikutnya. Tidak ada yang mau memikul beban yang berat itu kecuali
orang yang menddapat petunjuk dari Allah.
F.
Aspek Tarbawi.
1. Allah
memerintahkan Nabi Muhammad supaya melakukan sholat malam dan membaca al-Qur’an
dengan seksama serta merenungkan maksud yang dikandung oleh ayat-ayat yang
dibacanya.
2. Allah
memerintahkan Nabi Muhammad supaya mengingat Tuhannya dan berserah diri dalam
segala urusan kepada-Nya, karena Dia adalah pemilik timur dan barat hanya dia
Tuhan yang patut disembah.
2.
Surat Al-Waqi’ah ; 77-80
A.
Lafadz dan Arti
اِنَّهُ لَقُرْءَانٌ كَرِيْمٌ ÇÐÐÈفِي كِتَابٍ مَّكْنُوْنَ ÇÐÑÈ لَايَمَسُّهُ اِلَّا المُطَهَّرُوْنَ ÇÐÒÈ
تَنْزِيْلٌ مِّنْ رَبِّ العَلَمِيْنَ ÇÑÉÈ
Artinya :
77. Sesungguhnya Al-Qur’an ini
adalah bacaan yang sangat mulia,
78. pada kitab yang terpelihara
(Lauhul Mahfuzh),
79. tidak menyentuhnya kecuali
orang-orang yang disucikan.
80. diturunkan dari Rabbil 'alamiin.
B.
Kosakata
مَّكْنُوْنَ Yang
terpelihara
لَايَمَسُّهُ
Tidak
menyentuhnya
اِلَّا المُطَهَّرُوْنَ Kecuali
orang-orang yang telah bersuci
تَنْزِيْلٌ Diturunkan.
C.
Munasabah Ayat.
pada ayat yang lalu diterangkan bukti
kekuasaan allah yg dpt disaksikan dg jelas segenap manusisa baik dlm
menghidupkan dan membangkitkan manusia. Unuk mendapat pembalasan. Pada aayyt
berikut ini mengungkapkan hal yg berhubungb dg nabi, dan tentang kebenaran
kitab suci alqur’an dg sumpah untuk menarik perhatian penbaca dan pendengarnya.
D.
Asbabun Nuzul.
Dikemukakan
oleh Ibn Abi Hatim yang bersumber dari Harzah yang berkata: bahwa turunnya ayat
ini berkenaan dengan serombongan anpun terus tu-orang anshor didalam perang
tabuk yang beristirahat. Rasulullah saw menyerukan agar mereka tidak membawa
dan menggunakan air disitu. Kemudian mereka pindah ketempat lain dan
beristirahat ditempat lain pula, tetapi mereka tidak mendapati air sedikitpun
mereka mengadukan kepada nabi saw lalu beliau berdiri dan sholat dua rakaat,
kemudian berdoa. Lalu Allah mengirim awan dan hujan dengan derasnya sehingga mereka dapat minum sepuas-puasnya.
Berkatalah seorang anshor yang dianggap munafik kepada lainnya: “celakalah
kamu. Bagaimana pendapatmu setelah nabi saw berdoa dan hujan tuurun untuk
kepentingan kita?”. Orang tadi menjawab :” kita dituruni hujan tidak lain
hanyalah karena ramalan seseorang begini”. Maka turunlah ayat tersebut
berkenaan dengan peristiwa itu sebagai peringatan bahwa segala sesuatu yang
terjadi itu sudah ditentukan oleh Allah SWT.
E.
Tafsir.
a.
Tafsir Jalalain
77. اِنَّه (sesungguhnya
ini) yakni yang dibacakan kepada kalian -لَقُرْءَانٌ كَرِيْمٌ (adalah
Al-Qur’an yang sangat mulia).
78. فِي كِتَابٍ
(Pada Kitab) yang tertulis dalam kitab – مَّكْنُوْنَ
(Yang Terpelihara) yang dijaga, maksudnya mushaf
Al-Qur’an.
79. لَايَمَسُّهُ
(Tidak menyentuhnya) adalah kalimat berita, tetapi
mengandung makna perintah, yakni jangan menyentuhnya - اِلَّا المُطَهَّرُوْنَ (kucuali orang-orang
yang telah bersuci), yakni orang-orang yang telah
menyucikan dirinya dari hadas-hadas.
80. تَنْزِيْلٌ
(Diturunkan) ia diturunkan- مِّنْ رَبِّ العَلَمِيْنَ (dari Tuhan
semesta alam).
b.
Tafsir Maraghi
اِنَّهُ لَقُرْءَانٌ كَرِيْمٌ
Sesungguhnya Al-Qur’an
ini memuat bermacam-macam manfaat dan banyak kegunaan. Karena Al-Qur’an itu
memuat hal-hal yang membawa kepada keberesan umat manusia didunia maupun
diakhirat mereka.
Al-Azhari
berkata Al-Karim adalah isim yang memuat arti apa saja yang terpuji. Dan
Al-Qur’an adalah Karim (Terpuji). Karena ia memuat petunjuk dan
keterangan-keterangan, ilmu dan hikmat. Seorang Faqih menjadikan
Al-Qur’an sebagai dalil dan mengambil pelajaran darinya. Seorang ahli hikmat
akan mengambil pelajaran dari Al-Qur’an dan menjadikannya sebagai hujjah. Dan
seorang sastrawan akan mengambil faidah dari Al-Qur’an dan memperkuat
hujjahnya. Jadi setiap ilmuwan akan mencari dasar ilmunya dari Al-Qur’an.
فِي كِتَابٍ مَّكْنُوْنَ
Dalam Luh
Mahfuz yang terpelihara, yang tidak mungkin mendekatinya kecuali yang
didekatkan, yaitu para malaikat yang mulia.
لَايَمَسُّهُ اِلَّا المُطَهَّرُوْنَ
Tidak menyentuh
Lauh ini kecuali orang-orang yang dibersihkan dari kotoran dosa dan
dorongan-dorongan nafsu.
Bisa juga
artinya, Al-Qur’an ini tidak diturunkan kecuali oleh orang-orang yang
disucikan, yaitu para malaikat yang mulia. Atau tidak menyentuh Al-Qur’an ini
kecuali orang-orang yang disucikan dari hadas kecil dan hadas besar.
Maksudnya adalah melarang menyentuh Al-Qur’an. Yakni tidak boleh menyentuh
Al-Qur’an kecuali orang yang telah bersuci.
Ibnu Abi
Syaibah dalam Musammat, Ibnul Munzir dan al-Hakim telah meriwayatkan
dari Abdurrahman bin Zaid ia berkata, kami ada bersama Salman Al-Farisi, dia
pergi untuk menemui hajadnya. Lalu dia bersembunyi dari kami. Sesudah itu iapun
pergi keluar kepada kami. Maka kami berkata, sekiranya anda telah bewudlu, maka
kami akan bertanya kapada anda tentang beberapa hal mengenai Al-Qur’an.
Salman berkata,
“tanyailah aku, karena sesungguhnya aku tidak menyentuh Al-Qur’an. Yang
menyentuhnya hanyalah orang-orang yang disucikan.” Kemudian iapun membaca:
لَايَمَسُّهُ اِلَّا المُطَهَّرُوْنَ
Dalam pada itu
Jumhur Ulama’ berpendapat, dilarang menyentuh mushaf orang yang berhadas.
Demikian pula pendapat Ali, Ibnu Mas’ud, Sa’ad bin Abi Waqas dan segolongan
Fuqaha’, yang diantaranya ialah Imam Malik dan Imam Syafi’i.
Diriwayatkan
pula dari Ibnu Abbas dan Asy-Sya’bi di dalam jama’ah diantaranya ialah Abu
Hanifah, bahwasanya boleh bagi seorang yang berhadas menyentuh mushaf (lihat Syarah
al-muntaqa karangan Asy-Syaukani).
Al-Husain Ibnul
Fadal berkata yang dimaksud adalah, bahwasanya tidak ada yang tau tentang
tafsir dan takwil Al-Qur’an kecuali orang yang telah disucikan oleh Allah dari
syirik dan nifak.
تَنْزِيْلٌ مِّنْ رَبِّ العَلَمِيْن
Al-Qur’an itu
diturunkan secara berangsur-angsur dari hadirat Rabbul ‘Alamin (Tuhan semesta
alam). Jadi Al-Qur’an itu bukanlah sihir, bukan pula tenung dan bukan pula
syair.
Dia adalah kebenaran yang tidak memuat keraguan. Dan
dibelakangnya tidak ada lagi sesuatu yang bermanfaat.
Dan setelah Allah Swt. Menerangkan
keistimewaan-keistimewaan Al-Qur’an, dan bahwa dia diturunkan dari hadirat Yang
Maha Tahu dan Maha Waspada, maka Allah Swt. Menyebutkan pula bahwa tidak boleh
meremehkan perintah-perintah dan larangan-larangan Al-Qur’an. Bahkan wajib
berpegang teguh dengannya.
DAFTAR PUSTAKA
Al Ghazali, Imam.
t.th. Ihya’ Ulumuddin jilid 2. Semarang: CV Asy-Syifa’.
Al-Maraghi, Ahmad
Musthofa. 1993. Tafsir al-Maraghi (Edisi Bahasa Arab), Semarang: PT. Karya Toha Putra.
As-Suyuti, Imam Jalaludin & Imam Jalaludin al-Mahalli. 2009. Tafsir
Jalalain jilid 2, Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Departemen Agama
RI. 2010. Al-Qur’an dan Tafsirnnya. Jakarta: Lentera Abadi.
Departemen Agama RI. t.th. Lubabun Nuqul fi Asbabun Nuzul. Jakarta:
Darul Ihya’.
Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir al-Mishbah jilid 14, Jakarta: Lentera Hati.