Filsafat dan filosof berasal dari kata
Yunani “philosophia” dan “philosophos”. Menurut bentuk kata, seorang philosphos
adalah seorang pencinta kebijaksanaan. Sebagian lain mengatakan bahwa filsafat
adalah cinta akan kebenaran. Filsafat sering pula diartikan sebagai pandangan
hidup. Dalam dunia pendidikan, filsafat mempunyai peranan yang sangat besar.
Karena, filsafat yang merupakan pandangan hidup iku menentukan arah dan tujuan
proses pendidikan.
Oleh karena itu, filsafat dan pendidikan
mempunyai hubungan yang sangat erat. Sebab, pendidikan sendiri pada hakikatnya
merupakan proses pewarisan nilai-nilai filsafat, yang dikembangkan untuk
memenuhi kebutuhan hidup dan kehidupan yang lebih baik atau sempurna dari
keadaan sebelumnya.
Ajaran filsafat adalah hasil pemikiran
sesorang atau beberapa ahli filsafat tentang sesuatu secara fundamental. Ajaran filsafat yang berbada-beda
tersebut, oleh para peneliti disusun dalam suatu sistematika dengan kategori
tertentu, sehingga menghasilkan klasifikasi. Dari sinilah kemudian lahir apa
yang disebut aliran (sistem) suatu filsafat. Tetapi karena cara dan dasar yang
dijadikan criteria dalam menetapkan klasifikasi tersebut berbeda-beda, maka
klasifikasi tersebut berbeda-beda pula.
PENDIDIKAN
MENURUT IDEALISME
A. Pengertian Idealisme
Idealisme merupakan sistem filsafat yang telah
dikembangkan oleh para filsuf di Barat maupun di Timur. Di Timur, idealisme
berasal dari India Kuno, dan di Barat idealisme berasal dari Plato, yaitu
filsuf Yunani yang hidup pada tahun 427-347 sebelum Masehi. Dalam pengertian
filsafati, idealisme adalah sistem
filsafat yang menekankan pentingnya keunggulan pikiran (mind), roh (soul)
atau jiwa (spirit) dari pada hal-hal yang bersifat kebendaan atau
material.
Pandangan-pandangan umum yang
disepakati oleh para filsuf idealisme, yaitu: Jiwa (soul) manusia adalah
unsur yang paling penting dalam hidup, Hakikat akhir alam semesta pada dasarnya
adalah nonmaterial.
Ide berarti
pemikiran, atau gagasan dalam pikiran, thought, picture in the mind. Idealisme
sebagai sebuah falsafah berarti system pemikiran yang berpijak pada ide.
Idealisme mempunyai pendirian bahwa kenyataan itu terdiri dari atau tersusun
atas substansi sebagaimana gagasan, ide, atau spirit. Dalam pandangan idealisme,
alam nyata ini tergantung pada jiwa universal atau Tuhan, atau berarti pula
bahwa alam adalah alam dari ekspresi dari daya jiwa tersebut.
Idealisme berpandangan bahwa segala sesuatu yg
dilakukan oleh manusia tidaklah selalu harus berkaitan dengan hal-hal yang
bersifat lahiriah, tetapi harus berdasarkan prinsip kerohanian (idea). Oleh sebab itu, Idealiseme sangat
mementingkan perasaan dan fantasi manusia sebagai sumber pengetahuan.
Idealisme berpendirian,
bahwa kenyataan tersusun atas gagasan-gagasan (ide-ide) atau spirit. Segala
benda yang nampak berhubungan dengan kejiwaan dan segala aktivitas adalah
aktivitas kejiwaan. Dunia ini dipandang bukan hanya sebagai mekanisme, tetapi
dipandang sebagai sistem, dunia adalah keseluruhan (totalitas). Unsur material
tetap ada, tetapi hanya merupakan bagian yang saling bersangkut paut dengan
keseluruhan, dan segala penampakan secara materi hanya manifestasi dari pada
aktifitas jiwa. Jiwa mempunyai kedudukan yang utama dalam susunan keseluruhan.
Dan Segala fakta empiris diakui adanya dan hal itu mengandung konsepsi yang
serba mungkin. Tetapi segala unsure materi dan fakta itu bukanlah sebagai
realita yang sebenarnya.
Jadi secara umum idealisme adalah pandangan yang
menganggap hal yang terpenting adalah dunia ide-ide, sebab realitas yang
sesungguhnya adalah dunia ide-ide tersebut. Ide-ide tersebut bisa berupa
pikiran-pikiran manusia rasional, bisa juga berupa gagasan-gagasan
kesempurnaan, seperti Tuhan, dan Moral tertinggi (Summum Bonnum). Apa yang bisa
diindera ini hanyalah bayangan atau imitasi dari ide-ide itu. Oleh karena itu
dunia yang dapat di indera ini bersifat tidak tetap. Beranjak dari hal tersebut di atas,
maka sejarah, alam, pikiran manusia itu bisa menjadi bernilai atau memiliki
makna oleh karena adanya ide dibalik kenampakan.
B. Pandangan Beberapa Filsuf mengenai Idealisme
1.
Realitas
Filsafat
idealisme memandang bahwa realitas akhir adalah roh, bukan materi, bukan fisik.
Parmenides, filosof dari Elea (Yunani Purba), berkata, “Apa yang tidak dapat
dipikirkan adalah tidak nyata”. Plato, seorang filosof idealisme klasik
(Yunani Purba), menyatakan bahwa realitas terakhir adalah dunia cita. Dunia
cita merupakan dunia mutlak, tidak berubah, dan asli serta abadi.Realitas akhir
tersebut sebetulnya telah ada sejak semula pada jiwa manusia. Schoupenhaur
menyatakan bahwa “ dunia adalah ide saya”. Menurut Hegel, dunia adalah
roh, yang mengungkapkan diri dalam alam, dengan maksud agar roh tersebut sadar
akan dirinya sendiri. Hakikat roh dapat berupa ide atau pikiran. Mereka dapat
mewakili pandangan metafisika idealisme.
Termasuk dalam paham idealisme
adalah spiritualisme, rasionalisme dan supernaturalisme. Bagi penganut aliran
idealisme, fungsi mental adalah apa yang tampak dalam tingkah laku. Oleh karena
itu, jasmani atau badan sebagai materi merupakan alat jiwa, alat roh, untuk
melaksanakan tujuan, keinginan, dan dorongan jiwa manusia.
Hakikat manusia adalah jiwanya,
rohaninya, yakni apa yang disebut “mind”. Mind merupakan suatu
wujud yang mampu menyadari dunianya, bahkan sebagai pendorong dan pengerak
semua tingkah laku manusia. Jiwa (mind) merupakan faktor utama
yang menggerakkan semua aktivitas manusia., badan atau jasmani tanpa jiwa tidak
memiliki apa-apa.
Selanjutnya, idealisme tidak
menolak eksistensi dunia fisik di sekeliling kita, seperti rumah, pepohonan,
binatang, matahari, bintang-bintang yang muncul terlihat pada malam hari.
Mereka berpandangan bahwa kenyataan-kenyataan seperti itu merupakan manifestasi
dari realitas yang hanya memenuhi kebutuhan fisik.
Realitas mungkin bersifat personal,
dan mungkin juga bersifat impersonal.Idealisme Katolik berpandangan bahwa
realitas akhir adalah “God” dari tiga pribadi yang disebut “Trinitas”.
Kaum idalisme Kristiani sepakat dengan idealisme lainnya bahwa manusia adalah
makhluk spiritual yang menggunakan kemauan bebas (free will), dan
secara personal bertanggung jawab terhadap segala perbuatannya.
Plato mengatakan bahwa jiwa manusia
sebagai “roh” yang berasal dari “ide” eksternal dan sempurna. Bagi Immanuel
Kant, manusia adalah bebas dan ditentukan. Manusia bebas, sepanjang ia sebagai,
spirit (jiwa), sedangkan ia terikat berarti manusia juga
merupakan makhluk fisik yang tunduk terhadap hukum alam.
Pandangan tentang anak, kaum
idealis yakin bahwa anak merupakan bagian dari alam spiritual yang memiliki
pembawaan spiritual sesuai dengan potensialitasnya. Apabila anak mempelajari
dunia alamiah, maka ia tidak akan melibatkan atau menganggapnya sebagai mesin
yang hebat dan besar, yang berfungsi tanpa isi dan tujuan
2.
Pengetahuan
Tentang teori pengetahuan, idealisme mengemukakan
pandangannya bahwa pengetahuan yang diperoleh melalui indera tidak pasti dan
tidak lengkap, karena dunia hanyalah merupakan tiruan belaka, sifatnya maya
(bayangan), yang menyimpang dari kenyataan yang sebenarnya. Pengetahuan yang benar hanya merupakan hasil
akal belaka, karena akal dapat membedakan bentuk spiritual murni dari
benda-benda di luar penjelmaan material.Demikian menurut Plato.Idealisme
metafisik percaya bahwa manusia dapat memperoleh pengetahuan tentang realitas,
karena realitas pada hakikatnya spiritual, sedangkan jiwa manusia merupakan
bagian dari substansi spiritual tersebut.
Hegel menguraikan konsep Plato
tentang teori pengetahuan dengan mengatakan bahwa pengetahuan dikatakan valid,
sepanjang sistematis, maka pengetahuan manusia tentang realitas adalah benar
dalam arti sistematis. Dalam teori pengetahuan dan kebenaran, idealisme merujuk
pada rasionalisme dan teori koherensi seperti yang telah disinggung pada bab
sebelumnya. Teori koherensi didasari oleh pendapat bahwa item-item partikular
pengetahuan menjadi signifikan apabila dilihat dalam konteks keseluruhan. Oleh
karena itu, semua ide dan teori harus divalidasi sehubungan
dengan koherensinya (kesesuaiannya) dalam pengembangan sistem pengetahuan yang
telah ada sebelumnya.
Seperti yang telah dikemukakan
diatas, bahwa teori pengetahuan idealisme adalah rasionalisme. Dalam hal ini
Henderson (1959:215) mengemukakan bahwa:
The
rationalist argue that our sense give us but the raw material from which knowledge
comes. Knowledge, say they, is not to be found in sense-perception of
particulars but in concept, in principle, which our sense can not possibly
furnish us; the mind itself is active, an organizer and systenatizer of our
sensory experience. For the rationalist, mathematic furnishes the correct
pattern for thought.
Jadi, rasionalisme mendasari teori pengetahuan idealisme,
mengemukakan bahwa indera kita hanya memberikan materi mentah bagi
pengetahuan.Pengetahuan tidak ditemukan dari pengalaman indera, melainkan dari
konsepsi, dalam prinsip-prinsip sebagai hasil aktivitas jiwa.Jiwa manusialah
yang mengorganisasikan pengalaman indera.Matematika melengkapi pola berpikir
manusia.Dengan matematika manusia mampu mengembangkan inteleknya. Sains fisik
tidak akan berkembang tanpa menggunakan matematika. Indera dapat menipu manusia
yang berpikir, tidak sesuai antara pengamatan sebagai laporan indera dengan
kenyataan, apalagi pengamatan indera bisa dipengaruhi oleh ilusi, halusinasi,
dan fantasi.
3.
Nilai
Menurut pandangan idealisme, nilai itu absolut.Apa yang dikatakan
baik, benar, salah, cantik, atau tidak cantik, secara fundamental tidak berubah
dari generasi ke generasi. Pada hakikatnya nilai itu etap.Nilai tidak
diciptakan manusia, melainkan merupakan bagian dari alam semesta.
Plato mengemukakan bahwa jika manusia tahu apa yang dikatakannya
sebagai hidup baik, mereka tidak akan berbuat hal-hal yang bertentangan dengan
moral. Kejahatan terjadi karena orang
tidak tahu bahwa perbuatan tersebut jahat. Jika seseorang menemukan sesuatu
yang benar, maka orang tersebut tidak akan berbuat salah. Namun, yang menjadi
persoalan adalah bagaimana hal tersebut dapat dilakukan apabila manusia
memiliki pandangan yang sangat berbedadalam pikirannyatentang hidup yang
baik.Dalam hal ini Plato menjawab, bahwa hakikat penemuan hidup yang baik
merupakan tugas intelektual, seperti halnya menemukan kebenaran matematika.
Selanjutnya Plato mengemukakan, bahwa kehidupan yang baik hanya dapat terwujud
dalam masyarakat yang ideal yang diperintah oleh “The philopher kings”,
yaitu kaum intelektual, para ilmuwan, atau para cendekiawan.
Immanuel Kant sebagai tokoh idealisme modern meletakkan dasar-dasar
moral atas dasar hukum yang disebut “categorical imperative”,
seperti yang ditulis oleh Kneller (1971:33) sebagai berikut:
“Kant’s
ideal community consisted of men who treated one another as end rather than
means. His famous ‘categorical imperative’ state that we should always act as
though our individual actions were to become a universal law of nature, binding
on all men in similar circumtances”.
Menurut Kant, kita harus memperlakukan orang lain sebagai tujuan,
bukan sebagai alat. Imperative kategoris dari Kant menyatakan bahwa kita akan
selalu bertindak seakan-akan tindakan individual kita menjadi bagian universal
dari alam ini, mengikat seluruh manusia dalam keadaan yang sama.
Imperative kategoris dari Kant menunjukkan rasa kewajiban atas tugas
tanpa syarat dan predikat, apakah itu disebut taat atau loyal.Hukum moral
tersebut menyatakan bahwa tiap manusia harus selalu melakukan sesuatu yang oleh
semua manusia tindakan tersebut wajib dilakukan dimanapun. Misalnya suatu
kewajiban bagi manusia untuk berlaku “jujur”, “adil”, “ikhlas”, “pemaaf”,
“kasih saying sesame manusia”. Oleh karena itu, semua merupakan kebaikan
universal.
Mengenai pandangan Kant, Henderson (1959:103) mengemukakan, “Every
human being look upon himself as an end, that is, of value in and of himself.
He is not, in his own eyes, valuable only as a means to something else. He has
value, infinite value, as a human being”. Imperative kategoris dan imperative praktis merupakan perlakuan dan
pembuatan kemanusiaan, baik mengenai diri sendiri maupun orang lain. Pandanglah
manusia sebagai tujuan, bukan sebagai alat semata.Setiap manusia memandang
dirinya sebagai tujuan, sebagai nilai yang datang dan berada dalam dirinya
sendiri.Ia, menurut pandangannya sendiri, tidak dapat dianggap sebagai alat
untuk mencapai tujuan orang lain. Manusia memiliki nilai dan harkat kemanusiaan
yang tidak terbatas sebagai makhluk manusia.
4.
Pendidikan
Dalam hubungannya dalam pendidikan, idealisme memberi sumbangan yang
besar terhadap perkembangan teori pendidikan, khususnya filsafat pendidikan.
Tokoh idealisme merupakan orang-orang yang memiliki nama besar. Sampai sekarang
orang akan mengakui kebesaran hasil pemikirannya, baik memberikan
persetujuannya maupun memberikan kritik, bahkan penolakan.
Plato, Immanuel Kant, David Hume, Hegel, Al-Gazali, merupakan
orang-orang yang memiliki nama besar di kalangan para pemikir dewasa ini.
Idealisme Hegel berpengaruh di Amerika Serikat, seperti W.T. Harris telah
menerapkan filsafat Hegel dalam mempelajari masalah-masalah pendidikan. Bahkan
John Dewey sebagai tokoh pragmatisme, memulai filsafatnya sebagai penganut
paham Hegel, dimana dapat kita simak bahwa filsafat Dewey mulai atau mencoba
mencari kesatuan diantara pertentangan-pertentangan (dimulai dengan dialektika
Hegel). Begitu pula kita lihat, Karl Rosenkranz dan Herman H. Horne merupakan
orang-orang yang menyuarakan filsafat pendidikan idealisme. Al-Gazali, tokoh
idealisme sebagai pelopor sufisme dalam ajaran islam yang hidup antara
1059-1111. Jauh sebelum filosof-filosof tersebut diatas, pandangan-pandangan
idealisme Al-Gazali sangat dikagumi. Bahkan dalam islam, pengikut Syafiiah pada
umumnya mengikuti pandangan-pandangan Al-Gazali.
Filsafat idealisme diturunkan dari filsafat idealisme metafisik,
yang menekankan pertumbuhan rohani. Kaum idealis
percaya bahwa anak merupakan bagian dari alam spiritual, yang memiliki
pembawaan spiritual sesuai dengan potensialitasnya. Oleh karena itu, pendidikan
harus mengajarkan hubungan antara anak dengan bagian alam spiritual. Pendidikan
harus menekankan kesesuaian batin antara anak dan alam semesta. “It must
emphasize the innate harmony between man and the universe” (Kneller,
971:9). Selanjutnya, menurut Horne, pendidikan merupakan proses
abadi dari proses penyesuaian dan perkembangan mental maupun fisik, bebas, dan
sadar terhadap Tuhan, dimanifestasikan dalam lingkungan intelektual, emosional,
dan berkemauan. Pendidikan merupakan pertumbuhan ke arah tujuan, yaitu pribadi
manusia yang ideal.
Seorang guru yang menganut faham idealisme harus
membimbing atau didiskusikan bukan sebagai prinsip-prinsip eksternal kepada
siswa, melainkan sebagai kemungkinan-kemungkinan (batin) yang perlu
dikembangkan. Guru idealis juga harus mewujudkan sedapat mungkin watak yang
terbaik. Socrates, Plato, dan Kant yakin bahwa pengetahuan yang terbaik adalah
pengetahuan yang dikeluarkan dari dalam diri siswa, bukan dimasukkan atau
dijejalkan ke dalam diri siswa.
Sehubungan dengan teori pengetahuan, intelek atau
akal memegang peran yang sangat penting dan menentukan dalam proses belajar
mengajar. Mereka yakin bahwa akal manusia dapat memperoleh pengetahuan dan
kebenaran sejati.Jadi, pengetahuan yang diajarkan di sekolah harus bersifat
intelektual. Filsafat, logika, bahasa, dan matematika akan memperoleh porsi
yang besar dalam kurikulum sekolah. Inilah konsep pendidikan yang berdasarkan
penadangan idealisme.
Yang terakhir berkaitan dengan teori nilai, kepada para siswa
hendaknya diajarkan nilai-nilai yang tetap, abadi dan bagaimana melaksanakannya
yang bersesuaian dengan pencipta nilai, pencipta alam semesta. Letakkan anak
selaras dengan keseluruhan batin yang ia miliki. Siswa akan menyadari bahwa
kejahatan tidak hanya akan menganggu dirinya, menganggu masyarakat dan umat
manusia, tetapi akan menganggu seluruh roh dalam jagat raya ini. Nilai itu signifikansepanjang
berkaitan dengan tata nilai spiritual yang sempurna dari alam semesta, suatu
aturan dimana guru dapat menjelaskannya kepada siswa.Kejahatan tetapi karena
ketidakberesan dan kesalahan sistem yang terdapat pada alam semesta.Di sekolah
tidak ada siswa yang betul-betul jahat, melainkan hanya ada siswa yang telah
menyimpang atau tidak sepenuhnya memahami nilai-nilai fundamental yang terdapat
pada alam semesta.
Menurut Kant, guru harus memandang anak sebagai tujuan, bukan
sebagai alat. Guru harus bertanya pada dirinya sendiri, apakah ia merupakan
contoh yang baik untuk diterima oleh siswanya. Idealisme memiliki tujuan
pendidikan yang pasti dan abadi, dimana tujuan itu berada diluar kehidupan
sekarang ini. Tujuan pendidikan idealisme akan berada di luar kehidupan manusia
itu sendiri, yaitu manusia yang mampu mencapai dunia cita, manusia yang mampu
mencapai dan menikmati kehidupan abadi, yang berasal dari Tuhan.
Power (1982:89) mengemukakan implikasi filsafat pendidikan idealisme
sebagai berikut:
1. Tujuan pendidikan
Pendidikan
formal dan informal bertujuan membentuk karakter, dan mengembangkan bakat atau
kemampuan dasar, serta kebaikan social.
2. Kedudukan siswa
Bebas
untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan dasarnya/bakatnya.
3. Peranan guru
Bekerja
sama dengan alam dalam proses pengembangan manusia, terutama bertanggung jawab
dalam menciptakan lingkungan pendidikan siswa.
4. Kurikulum
Pendidikan
liberal untuk mengembangkan kemampuan rasional, dan pendidikan praktis untuk
memperoleh pekerjaan.
5. Metode
Diutamakan metode dialektika,
tetapi metode lain yang efektif dapat dimanfaatkan.
C. Prinsip-prinsip Idealisme
1.
Menurut idealisme bahwa realitas tersusun
atas substansi sebagaimana gagasan-gagasan atau ide (sprit). Menurut penganut
idealisme, dunia beserta bagian-bagiannya harus dipandang sebagai suatu sistem
yang masing-masing unsurnya saling berhubungan. Dunia adalah suatu totalitas,
suatu kesatuan yang logis dan besifat spritual.
2.
Realitas atau kenyataan yang tampak di
alam ini bukanlah kebenaran yang hakiki, melainkan hanya gambaran atau dari
ide-ide yang ada dalam jiwa manusia.
3.
Idealisme berpendapat bahwa manusia
mengaggap roh atau sukma lebih beharga dan lebih tinggi dari pada materi bagi
kehidupan manusia. Roh pada dasarnya dianggap sebagai suatu hakikat yang
sebenarnya, sehingga benda atau materi disebut sebagai penjelmaan dari roh atau
sukma. Demikian pula terhadap alam adalah ekspresi dari jiwa.
4.
Idealisme borientasi kepada ide-ide yang
theo sentris (berpusat kepada Tuhan), kepada jiwa, spritualitas, hal-hal yang
ideal (serba cita) dan kepada norma-norma yang mengandung kebenaran mutlak. Oleh
karena nilai-nilai idalisme bercorak spritual, maka kebanyakan kaum idealisme
mempercayai adanya Tuhan sebagai ide tertinggi atau Prima Causa dari kejadian
alam semesta ini.
D. Tokoh-tokoh Aliran Idealisme
1.
Plato (477-347) Sebelum Masehi.
Menurutnya, cita adalah
gambaran asli yang semata-mata bersifat rohani dan jiwa terletak diantara
gambaran asli dengan bayangan dunia yang ditangkap oleh panca indra. Dan pada dasarnya sesuatu itu dapat dipikirkan oleh akal, dan yang
berkaitan dengan ide atau gagasan. Mengenai kebenaran tertinggi, dengan doktrin
yang dikenal dengan istilah ide, Plato mengemukakan bahwa dunia ini tetap dan
jenisnya satu, sedangkan ide tertinggi adalah kebaikan. Menurut Plato kebaikan
merupakan hakikat tertinggi dalam mencari kebenaran. Tugas ide adalah memimpin
budi manusia dalam menjadi contoh bagi pengalaman. Siapa saja yang telah
mengetahui ide, manusia akan mengetahui jalan yang pasti, sehingga dapat
menggunakannya sebagai alat untuk mengukur, mengklasifikasi dan menilai segala
sesuatu yang dialami sehari-hari.
2.
Immanuel Kant (1724-1804)
Ia menyebut filsafatnya
idealis transedental atau idealis kritis dimana paham ini menyatakan bahwa isi
pengalaman langsung yang kita peroleh tidak dianggap sebagai miliknya sendiri
melainkan ruang dan watak adalah forum intuisi kita. Menurut Khant, pengetahuan yang mutlak sebenarnya memang tidak akan ada
bila seluruh pengetahuan datang melalui indera. Akan tetapi, bila pengetahuan
itu datang dari luar melalui akal murni, yang tidak bergantung pada pengalaman.
Dapat disimpulkan bahwa filsafat idealis transendental menitik beratkan pada
pemahaman tentang sesuatu itu datang dari akal murni dan yang tidak bergantung
pada sebuah pengalaman.
3.
Pascal (1623-1662)
Kesimpulan dari pemikiran
filsafat Pascal antara lain:
Pengetahuan diperoleh
melalui dua jalan, pertama menggunakan akal dan kedua menggunakan hati. Ketika
akal dengan semua perangkatnya tidak dapat lagi mencapai suatu aspek maka
hatilah yang akan berperan. Oleh karna itu, akal dan hati saling berhubungan satu
sama lain. Apabila salah satunya tidak berfungsi dengan baik, maka dalam
memperoleh suatu pengetahuan itu juga akan mengalami kendala.Manusia besar
karena pikirannya, namun ada hal yang tidak mampu dijangkau oleh pikiran
manusia yaitu pikiran manusia itu sendiri. Menurut Pascal manusia
adalah makhluk yang rumit dan kaya akan variasi serta mudah berubah. Untuk itu
matematika, pikiran dan logika tidak akan mampu dijadikan alat untuk memahami
manusia. Menurutnya alat-alat tersebut hanya mampu digunakan untuk memahami
hal-hal yang bersifat bebas kontradiksi, yaitu yang bersifat konsisten. Karena
ketidak mampuan filsafat dan ilmu-ilmu lain untuk memahami manusia, maka
satu-satunya jalan memahami manusia adalah dengan agama. Karena dengan agama,
manusia akan lebih mampu menjangkau fikirannya sendiri, yaitu dengan berusaha
mencari kebenaran, walaupun bersifat abstrak.
Filsafat bisa melakukan
apa saja, namun hasilnya tidak akan pernah sempurna. Kesempurnaan itu terletak
pada iman. Sehebat apapun manusia berfikir ia tidak akan mendapat kepuasan
karena manusia mempunyai logika yang kemampuannya melebihi dari logika itu
sendiri. Dalan mencari Tuhan Pascal tidak akan menggunakan metafisika, karena
selain bukan termasuk geometri tapi juga metafisika tidak akan mampu. Maka
solusinya ialah mengembalikan persoalan ke Tuhan pada jiwa. Filsafat bisa
menjangkau segala hal, tetapi tidak bisa secara sempurna. Karena setiap ilmu
itu pasti ada kekurangnnya, tidak terkecuali filsafat.
4.
J. G. Fichte (1762-1914) Sebelum Masehi
Ia adalah seorang filsuf Jerman. Ia belajar teologi di Jena (1780-1788 M).
Pada tahun 1810-1812 M, ia menjadi rektor Universitas Berlin. Filsafatnya
disebut “Wissenschaftslehre” (Ajaran Ilmu Pengetahuan).Secara
sederhana pemikiran Fichte: manusia memandang objek benda-benda dengan
indranya. Dalam memgindra objek tersebut, manusia berusaha mengetahui yang
dihadapinya. Maka berjalanlah proses intelektualnya unuk membentuk dan
mengabstraksikan objek itu menjadi pengertian seperti yang dipikirkannya. Hal
tersebut bisa dicontohkan seperti, ketika kita melihat sebuah meja dengan mata
kita, maka secara tidak langsung akal (rasio) kita bisa menangkap bahwa bentuk
meja itu seperti yang kita lihat (bebentuk bulat, persegi panjang, dll). Dengan
adanya anggapan itulah akhirnya manusia bisa mewujudkan dalam bentuk yang
nyata.
5.
F. W. S. Schelling (1775-1854 M)
Schelling
telah matang menjadi seorang filsuf disaat dia masih amat muda. Pada tahun 1798
M, dalam usia 23 tahun, ia telah menjadi guru besar di Univesitas Jena. Dia
adalah filsuf Idealis Jerman yang telah memutlakkan dasar-dasar pemikiran bagi
perkembangan Idealisme Hegel.
Inti
dari filsafat Schelling: yang mutlak atau rasio mutlak adalah sebagai identitas
murni atau indefernsi, dalam arti tidak mengenal perbedaan antara yang
subyektif dengan yang obyektif. Yang mutlak menjelmakan diri dalam 2 potensi
yaitu yang nyata (alam sebagai objek) dan ideal (gambaran alamyang subyektif
dari subyek). Yang mutlak sebagai identitas mutlak menjadi sumberroh (subyek)
dan alam (obyek) yang subyektif dan obyektif, yang sadar dan tidak sadar.
Tetapi yang mutlak itu bukanlahroh dan bukan pula alam, bukan yang obyektif dan
bukan pula yang subyektif, sebab yang mutlak adalah identitas mutlak atau
indiferensi mutlak.Maksud dari filsafat Schelling adalah,
yang pasti dan bisa diterima akal adalah sabagai identitas murni atau
indeferensi, yaitu antara yang subjektif dan objektif sama atau tidak dari
perbedaan. Alam sebagai objek dan jiwa (roh atau ide) sebagai subjek, keduannya
saling bakaitan. Dengan demikian yang mutlak itu tidak bisa dikatakan hanya
alam saja atau jiwa saja , melainkan antara keduannya.
6.
G. W. F. Hegel (1770-1031 M)
Ia
belajar teologi di Universitas Tubingen dan pada tahun 1791 memperoleh gelar
Doktor. Inti dari filsafat Hegel adalah konsep Geists (roh atau spirit), suatu
istilah yang diilhami oleh agamanya. Ia berusaha menghubungkan yang mutlak
dengan yang tidak mutlak. Yang mutlakitu roh atau jiwa, menjelma pada alam dan
dengan demikian sadarlah ia akan dirinya, roh itu dalam intinya ide (befikir).
E. Implikasi Idealisme terhadap Pendidikan
1. Tujuan Pendidikan
Menurut para filsuf
idealisme, pendidikan bertujuan untuk membantu perkembangan pikiran dan diri
pribadi (self) siswa. Mengingat bakat manusia berbeda-beda maka
pendidikan yang diberikan kepada setiap orang harus sesuai dengan bakatnya
masing-masing.
Sejak idealisme sebagai
paham filsafat pendidikan menjadi keyakinan bahwa realitas adalah pribadi, maka
mulai saat itu dipahami tentang perlunya pengajaran secara individual. Pola pendidikan
yang diajarkan fisafat idealisme berpusat dari idealisme. Pengajaran tidak
sepenuhnya berpusat dari anak, atau materi pelajaran, juga bukan masyarakat,
melainkan berpusat pada idealisme. Maka, tujuan pendidikan menurut paham
idealisme terbagai atas tiga hal, tujuan untuk individual, tujuan untuk
masyarakat, dan campuran antara keduanya.
Pendidikan idealisme untuk
individual antara lain bertujuan agar anak didik bisa menjadi kaya dan memiliki
kehidupan yang bermakna, memiliki kepribadian yang harmonis dan penuh warna,
hidup bahagia, mampu menahan berbagai tekanan hidup, dan pada akhirnya
diharapkan mampu membantu individu lainnya untuk hidup lebih baik. Sedangkan
tujuan pendidikan idealisme bagi kehidupan sosial adalah perlunya persaudaraan
sesama manusia. Karena dalam spirit persaudaraan terkandung suatu pendekatan
seseorang kepada yang lain. Seseorang tidak sekadar menuntuk hak pribadinya,
namun hubungan manusia yang satu dengan yang lainnya terbingkai dalam hubungan
kemanusiaan yang saling penuh pengertian dan rasa saling menyayangi. Sedangkan
tujuan secara sintesis dimaksudkan sebagai gabungan antara tujuan individual
dengan sosial sekaligus, yang juga terekspresikan dalam kehidupan yang
berkaitan dengan Tuhan.
2. Kurikulum Pendidikan
Kurikulum pendidikan
idealisme berisikan pendidikan liberal dan pendidikan vokasional/praktis.
Pendidikan liberal dimaksudkan untuk pengembangan kemampuan-kemampuan rasional
dan moral. Pendidikan vokasional dimaksudkan untuk pengembangan kemampuan suatu
kehidupan/pekerjaan.
Kurikulum yang digunakan
dalam pendidikan yang beraliran idealisme harus lebih memfokuskan pada isi yang
objektif. Pengalaman haruslah lebih banyak daripada pengajaran yang textbook.
Agar supaya pengetahuan dan pengalamannya senantiasa actual.
3.
Metode Pendidikan
Tidak cukup mengajar siswa
tentang bagaimana berfikir, sangat penting bahwa apa yang siswa pikirkan
menjadi kenyataan dalam perbuatan. Metode mangajar hendaknya mendorong siswa
untuk memperluas cakrawala, mendorong berfikir reflektif, mendorong pilihan-pilihan
morak pribadi, memberikan keterampilan-keterampilan berfikir logis, memberikan
kesempatan menggunakan pengetahuan untuk masalah-masalah moral dan sosia,
miningkatkan minat terhadap isi mata pelajaran, dan mendorong siswa untuk
menerima nilai-nilai peradaban manusia.
4.
Peran Guru
Para filsuf idealisme
mempunyai harapan yang tinggi dari para guru. Keunggulan harus ada pada guru,
baik secara moral maupun intelektual. Tidak ada satu unsur pun yang lebih
penting di dalam sistem sekolah selain guru. Guru hendaknya “bekerjasama dengan
alam dalam proses menggabungkan manusia, bertanggung jawab menciptakan
lingkungan pendidikan bagi para siswa.
Para murid yang menikmati
pendidikan di masa aliran idealisme sedang gencar-gencarnya diajarkan,
memperoleh pendidikan dengan mendapatkan pendekatan (approach) secara
khusus. Sebab, pendekatan dipandang sebagai cara yang sangat penting. Giovanni
Gentile pernah mengemukakan, “Para guru tidak boleh berhenti hanya di tengah
pengkelasan murid, atau tidak mengawasi satu persatu muridnya atau tingkah
lakunya. Seorang guru mesti masuk ke dalam pemikiran terdalam dari anak didik,
sehingga kalau perlu ia berkumpul hidup bersama para anak didik. Guru jangan
hanya membaca beberapa kali spontanitas anak yang muncul atau sekadar ledakan
kecil yang tidak banyak bermakna.
Model pemikiran filsafat
idealisme yang menganggap anak didik merupakan makhluk spiritual dan guru yang
juga menganut paham idealism menjadikan sistem pengajaran di kelas biasanya
berkeyakinan bahwa spiritual merupakan suatu kenyataan, mereka tidak melihat
murid sebagai apa adanya, tanpa adanya spiritual.
Guru dalam sistem
pengajaran yang menganut aliran idealisme berfungsi sebagai:
a.
Guru adalah personifikasi dari kenyataan si anak didik
b.
Guru harus seorang spesialis dalam suatu ilmu pengetahuan dari siswa
c.
Guru haruslah menguasai teknik mengajar secara baik
d.
Guru haruslah menjadi pribadi terbaik, sehingga disegani oleh para
murid
e.
Guru menjadi teman dari para muridnya
f.
Guru harus menjadi pribadi yang mampu membangkitkan gairah murid
untuk belajar
g.
Guru harus bisa menjadi idola para siswa
h.
Guru harus rajib beribadah, sehingga menjadi insan kamil yang bisa
menjadi teladan para siswanya
i.
Guru harus menjadi pribadi yang komunikatif
j.
Guru harus mampu mengapresiasi terhadap subjek yang menjadi bahan
ajar yang diajarkannya
k.
Tidak hanya murid, guru pun harus ikut belajar
sebagaimana para siswa belajar
l.
Guru harus merasa bahagia jika anak muridnya berhasil
m.
Guru haruslah bersikap dmokratis dan mengembangkan demokrasi
n.
Guru harus mampu belajar, bagaimana pun keadaannya.
5.
Peran Siswa
Siswa berperan bebas
mengembangkan kepribadian dan bakat-bakatnya”. (Edward J.Power,1982). Bagi
aliran idealisme, anak didik merupakan seorang pribadi tersendiri, sebagai
makhluk spiritual. Mereka yang menganut paham idealisme senantiasa
memperlihatkan bahwa apa yang mereka lakukan merupakan ekspresi dari
keyakinannya, sebagai pusat utama pengalaman pribadinya sebagai makhluk spiritual
DAFTAR
PUSTAKA
Hasbullah
Bakry. 1961. Sistematika Filsafat.
Jakarta: Widjaja
A, Faud Ihsan, Filsafat
Ilmu, (Jakarta, Rineka Cipta, 2010), 90