a. Georg Wilhelm Friedrich Hegel (1770–1831).
Tokoh
utama esensialisme pada permulaan awal munculnya. Georg Wilhelm Friedrich Hegel mengemukakan
adanya sintesa antara ilmu pengetahuan dan agama menjadi suatu pemahaman yang
menggunakan landasan spiritual. Sebuah penerapan yang dapat dijadikan contoh
mengenai sintesa ini adalah pada teori sejarah. Hegel mengatakan bahwa tiap
tingkat kelanjutan, yang dikuasai oleh hukum-hukum yang sejenis. Hegel
mengemukakan pula bahwa sejarah adalah manifestasi dari berpikirnya Tuhan.
Tuhan berpikir dan mengadakan ekspresi mengenai pengaturan yang dinamis
mengenai dunia dan semuanya nyata dalam arti spiritual. Oleh karena Tuhan
adalah sumber dari gerak, maka ekspresi berpikir juga merupakan gerak.
b. Desiderius Erasmus,
humanis Belanda yang hidup
pada akhir abad 15 dan permulaan abad 16, yang merupakan tokoh pertama yang
menolak pandangan hidup yang berpijak pada dunia lain. Erasmus berusaha agar
kurikulum sekolah bersifat humanistis dan bersifat internasional, sehingga bisa
mencakup lapisan menengah dan kaum aristokrat.
c. Johan Amos Comenius (1592-1670),
adalah seorang
yang memiliki pandangan realis dan dogmatis. Comenius berpendapat bahwa
pendidikan mempunyai peranan membentuk anak sesuai dengan kehendak Tuhan,
karena pada hakikatnya dunia adalah dinamis dan bertujuan.
d. John Locke (1632-1704),
sebagai pemikir dunia
berpendapat bahwa pendidikan hendaknya selalu dekat dengan situasi dan kondisi.
Locke mempunyai sekolah kerja untuk anak-anak miskin.
e. Johann Henrich Pestalozzi (1746-1827),
sebagai seorang tokoh yang
berpandangan naturalis Pestalozzi mempunyai kepercayaan bahwa sifat-sifat alam
itu tercermin pada manusia, sehingga pada diri manusia terdapat
kemampuan-kemampuan wajarnya. Selain itu ia mempunyai keyakinan bahwa manusia juga mempunyai
transendental langsung dengan Tuhan.
f. Johann Friederich Frobel (1782-1852),
sebagai
tokoh yang berpandangan kosmis-sintesis dengan keyakinan bahwa manusia adalah
makhluk ciptaan Tuhan yang merupakan bagian dari alam ini, sehingga manusia
tunduk dan mengikuti ketentuan-ketentuan hukum alam. Terhadap pendidikan,
Frobel memandang anak sebagai makhluk yang berprestasi kreatif, yang dalam
tingkah lakunya akan nampak adanya kualitas metafisis. Karenanya tugas pendidikan
adalah memimpin anak didik ke arah kesadaran diri sendiri yang murni, selaras
dengan fitrah kejadiannya.
g. Johann Friederich Herbert (1776-1841),
sebagai
salah seorang murid Immanuel Kant yang berpandangan kritis, Herbert berpendapat
bahwa tujuan pendidikan adalah menyesuaikan jiwa seseorang dengan kebajikan
dari yang mutlak dalam arti penyesuaian dengan hukum-hukum kesusilaan dan
inilah yang disebut proses pencapaian tujuan pendidikan oleh Herbert sebagai
pengajaran yang mendidik.
h. William T. Harris (1835-1909),
tokoh dari
Amerika yang pandangannya dipengaruhi oleh Hegel dengan berusaha menerapkan
idealisme obyektif pada pendidikan umum. Tugas pendidikan baginya adalah
mengizinkan terbukanya realita berdasarkan susunan yang pasti, berdasarkan
kesatuan yang memelihara nilai-nilai yang telah turun temurun dan menjadi
penuntun penyesuaian diri kepada masyarakat.
3. Pendidikan menurut Esensialisme
A. Pandangan Esensialisme dalam Bidang Pendidikan
Esensialisme memiliki
pandangan dalam pendidikan. Berikut adalah Prinsip – prinsip pendidikan yang
didasarkan pada aliran Esensialisme :
1.Belajar pada dasarnya melibatkan kerja keras dan kadang – kadang dapat
menimbulkan keseganan dan menekankan pentingnya prinsip disiplin. Terhadap
pandangan progresivisme yang menekankan minat pribadi, mereka menerimanya
sebagai konsep untuk berbuat namun minat yang paling tinggi dan dapat lebih
bertahan tidak diperoleh sejak awal atau sebelum belajar namun timbul melalui
usaha keras.
2.Inisiatif dalam pendidikan harus ditekankan pada pendidik bukan pada anak.
Peranan guru dalam menjebatani antara duni orang dewasa dengan dunia anak. Guru
telah disiapkan secara khusus untuk melaksanakan tugas di atas sehingga guru
lebih berhak membimbing murid – muridnya. Dalam proses pendidikan guru dipandang
sebagai center for challence. karena dituntut untuk menguasai bidang
study dan juga sebagai model atau figur yang diteladani bagi siswa.
3.Inti dari proses pendidikan adalah asimilasi dari subjek materi yang
telah ditentukan. Kurikulum diorganisasikan dan direncanakan dengan pasti oleh
guru. Esensialisme mengakui bahwa pendidikan akan mendorong individu
merealisasikan potensialitasnya tetapi realisasinya harus berlangsung dalam
dunia yang bebas dari perorangan. Karena itu sekolah yang baik adalah sekolah
yang berpusat kepada masyarakat atau “Society Centered School” sebab
kebutuhan dan minat sosial diutamakan. Minat individu di hargai namun diarahkan
agar siswa tidak menjadi orang yang mementingkan diri sendiri.
4.Sekolah harus mempertahankan metode – metode tradisional yang bertautan
dengan disiplin mental. Esensialisme mengakui bahwa metode pemecahan masalah “Problem
Soving” ada faedahnya, namun bukan suatu prosedur untuk melaksanakan bagi
seluruh proses belajar.
5.Tujuan akhir dari pendidikan ialah untuk meningkatkan kesejahteraan umum,
karena dianggap merupakan tuntunan demokrasi yang nyata.
B. Pandangan Esensialisme mengenai kurikulum.
Mengenai Kurikulum, dalam pandangan esensialisme
hendaknya merupakan kurikulum yang terintegrasi dan antara satu mata pelajaran
dengan mata yang lain tidak boleh dipisahkan
Bogoslousky
mengutarakan di samping menegaskan supaya kurikulum dapat terhindar dari adanya
pemisahan mata pelajaran yang satu dengan yang lain, kurikulum dapat
diumpamakan sebagai sebuah rumah yang mempunyai empat bagian
a.
Universum
Pengetahuan
merupakan latar belakang adanya kekuatan segala manifestasi hidup manusia.
Diantaranya adalah adanya kekuatan – kekuatan alam, asal – usul tata surya, dan
lain – lainnya. Basis pengetahuan ini adalah ilmu pengetahuan alam kodrat yang
diperluas.
b.
Sivilisasi
Karya yang
dihasilkan manusia sebagai akibat hidup manusia. Dengan sivilisasi, manusia
mampu mengadakan pengawasan terhadap lingkungannya, mengejar kebutuhan, serta
hidup aman dan sejahtera.
c.
Kebudayaan
Kebudayaan
merupakan karya manusia yang mencakup diantaranya filsafat, kesenia,
kesusastraan, agama, penafsiran, dan penilaian mengenai lingkungan.
d.
Kepribadian
Pembentukan
kepribadian dalam arti riil yang tidak bertentangan dengan kepribadian yang
ideal. Dalam kurikulum hendaknya diusahakan agar faktor – faktor fisik,
fisiologi, emosional dan intelektual sebagai keseluruhan, dapat berkembang
harmonis dan organis, sesuai dengan kemanusiaan ideal.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdul Khobir, Filsafat
Pendidikan Islam, (Pekalongan: STAIN Pekalongan Press, 2007), hal. 54.
George R. Knight, Filsfat Pendidikan, Penerjemah: Mahmud Arif,
(Yogyakarta: Gama Media, 2007), hal. 176.
http://www.infogue.com/viewstory/2008/05/29/esensialisme/?url=http://durrah-uin-bi-2b.blogspot.com/2008/05/esensialisme.html
Jalaluddin & Usman Said, Filsafat Pendidikan Islam: Konsep dan
Pengembangan Pemikirannya, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998, hlm.
19.
Ahmad Syar’i, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Pustaka
Firdaus, 2005, Cet. I, hlm. 123.
Muhammad Noorsyam, Pengantar Filsafat Pendidikan, Malang: Penerbit
IKIP Malang, 1978, hlm. 153.