BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pendidikan adalah upaya mengembangkan
potensi-potensi manusiawi peserta didik baik potensi fisik potensi cipta, rasa,
maupun karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam
perjalanan hidupnya. Dasar pendidikan adalah cita-cita kemanusiaan universal.
Pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi dalam keseimbangan, kesatuan, organis,
harmonis, dinamis, guna mencapai tujuan hidup kemanusiaan. Filsafat pendidikan
adalah filsafat yang digunakan dalam studi mengenai masalah-masalah pendidikan.
Aliran Progressivisme merupakan salah satu
aliran filsafat pendidikan yang berkembang dengan pesat pada permulaan abad ke
XX dan sangat berpengaruh dalam pembaharuan pendidikan yang didorong oleh
terutama aliran naturalisme dan experimentalisme, instrumentalisme,
evironmentalisme dan pragmatisme sehingga penyebutan nama progressivisme sering
disebut salah satu dari nama-nama aliran tadi. Progressivisme dalam
pandangannya selalu berhubungan dengan pengertian "the liberal road to
cultural" yakni liberal dimaksudkan sebagai fleksibel (lentur dan tidak
kaku), toleran dan bersikap terbuka, serta ingin mengetahuidan menyelidiki demi
pengembangan pengalaman. Progressivisme disebut sebagai naturalisme yang
mempunyai pandangan bahwa kenyataan yang sebenarnya adalah alam semesta ini
(bukan kenyataan spiritual dari supernatural).
Progravisme mempunyai konsep yang didasari
oleh pengetahuan dan kepercayaan bahwa manusia itu mempunyai
kemampuan-kemampuan yang wajar dan dapat menghadapi dan mengatasi
maslah-masalah yang bersifat menekan atau mengancam adanya manusia itu sendiri.
Oleh karena kemajuan atau progres ini menjadi suatu statemen progrevisme,
maka beberapa ilmu pengetahuan yang mampu menumbuhkan kemajuan dipandang
merupakan bagian utama dari kebudayaan yang meliputi ilmu-ilmu hayat,
antropologi, psikologi dan ilmu alam.
Oleh sebab itu akan dikaji lebih jauh
bagaimana dasar konsep progressivisme yang terus berkembang, yang mana hasil
tersebut akan menjadi bahan acuan pembaharuan-pembaharuan pendidikan dalam
setiap bidangnya.
BAB II
PENDIDIKAN
MENURUT ALIRAN PROGRESIVISME
A. Sejarah Munculnya Aliran Progresivisme
1.
Latar Belakang
Progresivisme
Progresivisme
bukan merupakan suatu bangunan filsafat atau aliran filsafat yang berdiri
sendiri, melainkan merupakan suatu gerakan dan perkumpulan yang didirikan pada
tahun 1918. Selama dua puluh tahunan merupakan suatu gerakan yang kuat di
Amerika Serikat. Banyak guru yang ragu-ragu terhadap gerakan ini, kerena guru
telah mempelajari dan memahami filsafat Dewey, sebagai reaksi terhadap filsafat
lainnya. Kaum progresif sendiri mengkritik filsafat Dewey. Perubahan masyarakat
yang dilontarkan oleh Dewey adalah perubahan secara evolusi, sedangkan kaum progresif
mengharapkan perubahan yang sangat cepat, agar lebih cepat mencapai tujuan.
Gerakan
progresif terkenal keras karena reaksinya terhadap formalisme dan sekolah
tradisional yang membosankan, yang menekankan disiplin keras, belajar pasif,
dan banyak hal-hal kecil yang tidak bermanfaat dalam pendidikan. Lebih jauh
gerakan ini dikenal karena dengan imbauannya kepada guru-guru : "Kami mengharapkan
perubahan, serta kemajuan yang lebih cepat setelah perang dunia pertama".
Banyak guru yang mendukungnya, sebab gerakan pendidikan progresivisme
rnerupakan semacam kendaraan mutahhir, untuk digelarkan.
Dengan
melandanya "adjusment" pada tahun tiga puluhan, progresivisme
melancarkan gebrakannya dengan ide-ide perubahan sosial. Perubahan yang lebih
diutamakan adalah perkembangan individual, yang mencakup berupa cita-cita,
seperti "cooperation", "sharing", dan
"adjusment", yaitu kerja sama dalam semua aspek kehidupan, turut
ambil bagian (memberikan andil) dalam semua kegiatan, dan memiliki daya
fleksibilitas untuk menyesuaikan dengan perubahan-perubahan yang terjadi.
Pada tahun
1944 gerakan ini dibubarkan dan memilih ganti nama menjadi "American
Educational Fellowship". Gerakan progresif mengalami kemunduran setelah
Rusia berhasil meluncurkan satelit pertamanya, yaitu "Sputnik".
Selanjumya cara kerja dan perkumpulan ini lebih menunjukkan karya-karya
individual, seperti George Axtelle, William O. Stanley, Ernest Bayley, Lawrence
B. Thomas, dan Frederick C.
2.
Aliran
Progresivisme
Aliran
progresivisme mengakui dan berusaha mengembangkan asas progresivisme dalam
semua realita, terutama dalam kehidupan adalah tetap survive terhadap semua
tantangan hidup manusia, harus praktis dalam melihat segala sesuatu dari segi
keagungannya. Progresivisme dinamakan instrumentalisme, karena aliran
ini beranggapan bahwa kemampuan intelegensi manusia sebagai alat untuk hidup,
untuk kesejahteraan, untuk mengembangkan kepribadian manusia. Dinamakan
eksperimentalisme, karena aliran tersebut menyadari dan mempraktekkan asas
eksperimen yang merupakan untuk menguji kebenaran suatu teori. Progressivisme
dinamakan environmentalisme karena aliran ini menganggap lingkungan
hidup itu mempengaruhi pembinaan kepribadian.
Aliran progresivisme memiliki kemajuan dalam
bidang ilmu pengetahuan yang meliputi: Ilmu Hayat, bahwa manusia untuk
mengetahui kehidupan semua masalah. Antropologi yaitu bahwa manusia mempunyai
pengalaman, pencipta budaya, dengan demikian dapat mencari hal baru. Psikologi
yaitu manusia akan berpikir tentang dirinya sendiri, lingkungan, dan
pengalaman-pengalamannya, sifat-sifat alam, dapat menguasai dan mengaturnya.[3]
3.
Tokoh-tokoh
Aliran Progresivisme
a.
William James (11 Januari 1842 – 26 Agustus
1910)
William James,
seorang psychologist dan seorang filosof Amerika yang sangat terkenal.
Paham dan ajarannya demikian pula kepribadiannya sangat berpengaruh diberbagai
negara Eropa dan Amerika. Meskipun demikian dia sangat terkenal dikalangan umum
Amerika sebagai penulis yang sangat brilian, dosen serta penceramah di bidang
filsafat, juga terkenal sebagai pendiri Pragmatisme.
James
berkeyakinan bahwa otak atau pikiran, seperti juga aspek dari eksistensi
organik, harus mempunyai fungsi biologis dan nilai kelanjutan hidup. Dia
menegaskan agar fungsi otak atau pikiran itu dipelajari sebagai bagian dari
mata pelajaran pokok dari ilmu pengetahuan alam. Jadi James menolong untuk
membebaskan ilmu jiwa dari prakonsepsi teologis, dan menempatkannya di atas
dasar ilmu perilaku.
b.
John Dewey (1859 - 1952)
John Dewey
adalah seorang profesor di universitas Chicago dan Columbia (Amerika). Teori
Dewey tentang sekolah adalah “Progressivism” yang lebih menekankan pada
anak didik dan minatnya daripada mata pelajarannya sendiri. Maka muncullah “Child
Centered Curiculum”, dan “Child Centered School”. Progresivisme
mempersiapkan anak masa kini dibanding masa depan yang belum jelas, bahwa
pendidikan adalah proses dari kehidupan dan bukan persiapan masa yang akan
datang.
c.
Hans Vaihinger
(1852 - 1933)
Menurutnya,
tahu itu hanya mempunyai arti praktis. Persesuaian dengan obyeknya tidak
mungkin dibuktikan; satu-satunya ukuran bagi berpikir ialah gunanya (dalam
bahasa Yunani Pragma) untuk mempengaruhi kejadian-kejadian di dunia. Segala
pengertian itu sebenarnya buatan semata-mata; jika pengertian itu berguna.
untuk menguasai dunia, bolehlah dianggap benar, asal orang tahu saja bahwa
kebenaran ini tidak lain kecuali kekeliruan yang berguna saja.
d.
Georges
Santayana
Georges
digolongkan pada penganut pragmatisme ini. Tapi amat sukar untuk memberikan
sifat bagi hasil pemikiran mereka, karena amat banyak pengaruh yang
bertentangan dengan apa yang dialaminya.
B. Pendidikan Menurut Aliran Filsafat Progresivisme
Pengertian dasar yang menjadi ciri dari aliran ini adalah progres yang
berarti maju. Progresivisme lebih mengutamakan perhatiannya ke masa depan
daripada ke masa lalu. Progresivisme memandang bahwa kemajuan yang
telah dicapai oeh manusia dewasa ini karena kemampuan manusia dalam
mengembangkan berbagai ilmu. Ini meliputi ilmu-ilmu sosial, budaya, maupun ilmu
pengetahuan alam. Contoh untuk menjelaskan pandangan
progresivisme tersebut dapat diambil dari antropologi dan psikologi. Dari
antropologi dapat dipelajari bahwa manusia membentuk masyarakat, mengembangkan
kebudayaan, dan telah berhasil untuk terus membina kehidupan dan peradaban.
Kehidupan dan dan peradaban yang dibina oleh manusia itu selalu diupayakan
untuk mendapat kemajuan. Aliran progresivisme telah memberikan
sumbangan yang besar di dunia saat ini. Aliran ini telah meletakkan dasar-dasar
kemerdekaan dan kebebasan kepada anak didik. Anak didik diberikan kebaikan baik
secara fisik maupun cara berpikir, guna mengembangkan bakat dan kemampuan yang
terpendam dalam dirinya tanpa terhambat oleh rintangan yang dibuat oleh orang
lain.
Di dalam sekolah-sekolah progresivisme, masalah kemerdekaan untuk para
siswa ini diutamakan sekali. Mereka di dorong dan diberanikan untuk memiliki
dan bertindak melaksanakan kebebasan mereka. Mereka diberikan kemerdekaan
berinisiatif dan percaya kepada diri sendiri, sehingga anak dapat berkembang
pribadinya dengan wajar dan dapat pula memperkembangkan pribadinya dengan
wajar.
Apabila kita tinjau dari sudut pragmatisme, maka aliran ini merupakan
pelaksana terbesar dari pendidikan progresivisme. Kenyatan yang demikian itu
yang telah dilambangkan dengan sebutan “progresivisme” merupakan petunjuk untuk
melaksanakan pendidikan yang lebih maju dari sebelumnya.
Tujuan pendidikan adalah memberikan keterampilan dan alat-alat yang
bermanfaat untuk berinteraksi dengan lingkungan yang berada dalam proses
perubahan secara terus-menerus. Yang dimaksud dengan alat-alat adalah
keterampilan pemecahan masalah (problem solving) yang dapat digunakan oleh
individu untuk menentukan, menganalisis, dan memecahkan masalah.Serta tujuan
pendidikan hendaklah diartikan sebagai rekonstruksi pengalaman yang terus
menerus. Pendidikan bukanlah hanya menyampaikan pengetahuan kepada peserta
didik saja, melainkan yang terpenting adalah melatih kemampuan berpikir secara
ilmiah.
Kurikulum pendidikan yang dikehendaki oleh filsafat progrsivisme ialah
kurikulum yang bersifat fleksibilitas (tidak kaku, tidak menolak perubahan,
tidak terikat oleh doktrin tertentu), luas dan terbuka. Dengan berpijak pada
prinsip ini, maka kurikulum dapat direvisi dan dievaluasi setiap saat sesuai
dengan kebutuhan setempat. Maka kurikulum yang edukatif dan eksperimental atau
tipe core curriculum dapat memenuhi tuntutan itu. Kurikulum
dipusatkan pada pengalaman atau kurikulum eksperimental didasarkan atas manusia
dalam hidunya selalu berinteraksi di dalam lingkungan yang komplek. Kurikulum
eksperimental yaitu kurikulum yang berpusat pada pengalaman, dimana apa yang
telah dipelajari anak didik selama di sekolah akan dapat diterapkan dalam
kehidupan nyata,karena lingkungan dan pengalaman yang diperlukan dan
yang dapat menunjang pendidikan ialah yang dapat diciptakan dan ditujukan ke
arah yang telah ditentukan. Dengan metode pendidikan belajar sambil berbuat (learning by doing) dan
pemecahan masalah (problem solving) dengan langkah-langkah menghadapi problem,
mengujikan hipotesa.
Melalui proses pendidikan dengan menggunakan kurikulum yang bersifat
integrated kurikulum (masalah-masalah dalam masyarakat disusun terintegrasi)
dengan metode pendidikan belajar sambil berbuat (learning by doing) dan metode
problem solving (pemecahan masalah) diharapkan anak didik menjadi maju
(progress) mempunyai kecakapan praktis dan dapat memecahkan problem sosial
sehari-hari dengan baik.
C. Konsep Pendidikan Progresivisme dalam Pandangan Filsafat Pendidikan Islam
1. Pandangan secara Ontologi
Asal Hereby
atau asal keduniawian, adanya kehidupan realita yang amat luas tidak terbatas,
sebab kenyataan alam semesta adalah kenyataan dalam kehidupan manusia.
Pengalaman adalah kunci pengertian manusia atas segala sesuatu, pengalaman
manusia tentang penderitaan, kesedihan, kegembiraan, keindahan dan lain-lain
adalah realita manusia hidup sampai mati, Pengalaman adalah suatu sumber
evolusi, yang berarti perkembangan, maju setapak demi setapak mulai dari yang
mudah-mudah menerobos kepada yang sulit-sulit (proses perkembangan yang lama).
Pengalaman
adalah perjuangan, sebab hidup adalah tindakan dan perubahan-perubahan. Manusia
akan tetap hidup berkembang, jika ia mampu mengatasi perjuangan, perubahan dan
berani bertindak.
Uraian di atas
menunjukkan bahwa ontologi progresivisme mengandung pengertian dan kualitas
evolusionistis yang kuat. Pengalaman diartikan sebagai ciri dinamika hidup, dan
hidup adalah perjuangan, tindakan dan perbuatan. Manusia akan tetap hidup
berkembang, jika ia mampu mengatasi perjuangan, perubahan dan berani bertindak. Jelaslah, bahwa selain kemajuan atau progress,
lingkungan dan pengalaman mendapatkan perhatian yang cukup dari progresivisme.
Sehubungan dengan ini, menurut progresivisme, ide-ide, teori-teori atau
cita-cita tidaklah cukup diakui sebagai hal-hal yang ada, tetapi yang ada ini
haruslah dicari artinya bagi suatu kemajuan atau maksud-maksud yang lainnya. di
samping itu manusia harus dapat memfungsikan jiwanya untuk membina hidup yang
mempunyai banyak persoalan dan yang silih berganti.
Ontologi merupakan
salah satu kajian kefilsafatan yang paling kuno dan berasal dari Yunani. Studi
tersebut mebahas keberadaan sesuatu yang bersifat konkret. Tokoh Yunani yang
memiliki pandangan yang bersifat ontologis dikenal seperti Thales, Plato, dan Aristoteles .
Pada masanya, kebanyakan orang belum membedaan
antara penampakan dengan kenyataan. Thales terkenal sebagai filsuf yang
pernah sampai pada kesimpulan bahwa air merupakan substansi terdalam
yang merupakan asal mula segala sesuatu. Namun yang lebih penting ialah
pendiriannya bahwa mungkin sekali segala sesuatu itu berasal dari satu
substansi belaka (sehingga sesuatu itu tidak bisa dianggap ada berdiri
sendiri).
2. Pandangan secara Epistemologi
Pengetahuan
adalah informasi, fakta, hukum prinsip, proses, kekuasaan yang terakumulasi
dalam pribadi sebagai hasil proses interaksi pengalaman. Pengetahuan diperoleh
manusia baik seeara langsung melalui pengalaman dan kontak dengan segala
realita dalam lingkungan hidupnya, ataupun pengetahuan diperoleh langsung
melalui catatan (buku-buku, kepustakaan). Pengetahuan adalah hasil aktivitas
tertentu. Makin sering kita menghadapi tuntutan lingkungan dan makin banyak
pengalaman kita dalam praktek, maka makin besar persiapan menghadapi tuntutan
masa depan. Pengetahuan harus disesuaikan dimodifikasi dengan realita baru di
dalam lingkungan. Kebenaran dan kemampuan suatu ide memecahkan masalah,
kebenaran adalah (sekuen dan pada sesuatu ide, realita pengetahuan dan daya
guna.
Dalam
epistemologi, rasional berarti suatu pandangan bahwa akal adalah instrument
utama bagi manusia untuk memperoleh pengetahuan. Empirik adalah sifat pandangan
bahwa persepsi indera adalah media yang memberikan jalan bagi manusia untuk
memahami lingkungan. Fakata yang masih murni saja – yang belum diolah atau
disusun – belum merupakan pengetahuan. Sehingga masih membutuhkan
pengorganisasian tertentu dari “bahan-bahan mentah” tersebut.
Pengetahuan
harus disesuaikan dan dimodifikasi dengan realita baru di dalam lingkungan.
Oleh sebab adanya prisip-prinsip epistemologi tersebut di atas, progresivisme
mengadakan pembedaan anatara pengetahuan dan kebenaran. Pengetahuan adalah
kumpulan kesan-kesan dan penerangan yang terhimpun dari pengalaman yang siap
untuk digunakan. Sedangkan kebenaran ialah hasil tertentu dari usaha untuk
mengetahui, memiliki dan mengarahklan beberapa segmen pengetahuan agar dapat
menumbuhkan petunjuk atau penyelesaian pada situasi tertentu yang mungkin
keadaannya kacau.
Dalam hubungan
ini kecerdasan merupakan faktor utama yang mempunyai kedudukan sentral.
Kecerdasan adalah faktor yang dapat mempertahankan adanya hubungan anatara
manusia dengan lingkungan, baik yang berwujud lingkungan fisik, maupun
kebudayaan atau manusia. Sementara kaum
realis modern, pragmatis, empirisis logis, atau naturalis mengambil tesis
falibilistik bahwa pengetahuan adalah bersifat kontingen dari perubahan serta
kebenaran bersifat relatif sesuai dengan kondisinya.
Dari sini,
epistemologi adalah bidang tugas filsafat yang mencakup identifikasi dan
pengujian kriteria pengetahuan dan kebenaran. Pernyataan kategoris yang
menyebutkan bahwa “ini kita tahu” atau “ini adalah kebenaran” merupakan
pernyataan-pernyataan yang penuh dengan makna bagi para pendidik karena sedikit
banyak hal tersebut bertaut dengan tujuan pendidikan yang mencakup pencarian
pengetahuan dan perburuan kebenaran.
3. Pandangan secara Aksiologi
Aksiologi
berasal dari kata axios dan logos. Axios artinya nilai
atau sesuatu yang berharga, logos artinya akal, teori. Axiology artinya teori
nilai, penyelidikan tentang kodrat, kriteria dan status metafisik dari nilai.
Nilai tidak timbul dengan sendirinya, melainkan ada faktor-faktor yang
merupakan pra syarat.
Nilai timbul karena manusia
mempunyai bahasa, dengan demikian adanya pergaulan. Masyarakat menjadi wadah
timbulnya nilai-nilai. Bahasa adalah sarana ekspresi yang berasal dari
dorongan, kehendak, perasaan, kecerdasan dari individu-individu. Nilai itu
benar atau salah, baik atau buruk dapat dikatakan adalah menunjukkan kecocokan
dengan hasil pengujian yang dialami manusia dalam pergaulan manusia.
Berdasarkan pandangan diatas, progresivisme
tidak mengadaklan pembedaan tegas antara nilai instrinsik dan nilai
instrumental. Dua jenis nilai ini saling bergantung satu sama lain seperti juga
halnya pengetahuna dan kebenaran. Misalnya bila
dikatakan bahwa kesehatan itu selalu bernilai baik tidaklah semata-mata suatu
ilustrasi tentang nilai instrinsik. Nilai kesehatan akan dihayati oleh manusia
dengan lebih nyata bila dihubungkan dengan segi-segi yang bersifat operasional;
bahwa kesehatan yang baik akan mendatangkan kesejahteraan bagi masyarakat.
Hubungan timbal balik dua sifat nilai
instrinsik dan instrumental ini – menyebabkan adanya sifat perkembangan dan
perubahan pada nilai. Nilai-nilai yang sudah tersimpan sebagai bagian dari
kebudayaan itu ditampilkan sebagai bagian dari pengalaman, sedang
individu-individu mampu untuk mengadakan tinjauan dan penentuan mengenai
standar sosial tertentu. Karena itu nilai merupakan bagian integral dari
pengalaman dan bersifat relative, temporal dan dinamis. Maka sifat
perkembangannya berdasarkan pada dua hal; untuk diri sendiri dalam arti
kebaikan instrinsik dan untuk lingkungan yang lebih luas dalam arti kebaikan
instrumental.
Aksiologi bisa
disebut sebagai the theory of value atau teori nilai. Bagian dari
filsafat yang menaruh perhatian tentang baik dan buruk (good and bad),
benar dan salah (right and wrong), serta tentang cara dan tujuan (means
and ends). Aksiologi mencoba merumuskan suatu teori yang konsisten untuk
perilaku etis. Ia bertanya seperti apa itu baik (what is good?). Tatkala
yang baik teridentifikasi, maka memungkinkan seseorang untuk berbicara tentang
moralitas, yakni memakai kata-kata atau konsep-konsep semacam “seharusnya” atau
“sepatutnya” (ought / should). Demikianlah aksiologi terdiri dari
analisis tentang kepercayaan, keputusan, dan konsep-konsep moral dalam rangka
menciptakan atau menemukan suatu teori nilai.
4. Pandangan dari Sudut Budaya
Kebudayaan
sebagai hasil budi manusia, dalam berbagai bentuk dan manifestasinya, dikenal
sepanjang sejarah sebagai milik manusia yang tidak kaku, melainkan selalu
berkembang dan berubah. Filsafat progresivisme menganggap bahwa pendidikan
telah mampu merubah dan membina manusia untuk menyesuaikan diri dengan
perubahan-perubahan kultural dan tantangan zaman, sekaligus menolong manusia
menghadapi transisi antara zaman tradisional untuk memasuki zaman modern
(progresif).
Manusia sebagai
makhluk berakal dan berbudaya selalu berupaya untuk mengadakan
perubahan-perubahan. Dengan sifatnya yang kreatif dan dinamis manusia terus
berevolusi meningkatkan kualitas hidup yang semakin terus maju. Kenyataan
menunjukkan bahwa pada zaman purbakala manusia hidup di pohon-pohon atau
gua-gua. Hidupnya hanya bergantung dengan alam. Alamlah yang mengendalikan
manusia. Dengan sifatnya yang tidak iddle curiousity (rasa keingintahuan yang
terus berkembang) makin lama daya rasa, cipta dan karsanya telah dapat mengubah
alam menjadi sesuatu yang berguna. Alamlah yang dikendalikan oleh manusia.
Hidup manusia tidak lagi di pohon-pohon atau gua-gua, akan tetapi dengan
potensi akalnya manusia telah membangun gedung-gedung yang menjulang tinggi,
rumah-rumah mewah.
Filsafat
progresivisme yang memiliki konsep manusia memiliki kemampuan-kemampuan sesuai
dengan fitrah kejadiannya, yang dapat memecahkan problematika hidupnya, telah
mempengaruhi pendidikan, di mana dengan pembaharuan-pembaharuan pendidikan
telah dapat mempengaruhi manusia untuk maju (progress). Sehingga semakin tinggi
tingkat berpikirnya manusia maka semakin tinggi pula tingkat budaya dan
peradaban manusia. Hasilnya, anak-anak tumbuh menjadi dewasa, masyarakat yang
sederhana dan terbelakang menjadi masyarakat yang komplek dan maju.
DAFTAR PUSTAKA
Barnadib,
Imam. Filsafat Pedidikan Sistem dan Metode. Yogyakarta: Andi Offset, 1990.
Sadullah,
Uyoh. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: ALFABETA, 2007.
Zuhairini,
dkk. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Angkasa, 1995.
Bakry, Hasbullah. Sitematik Filsafat. Yogyakarta: Widjaya, 1970.
Idris, H. Sahara dan Jamal, H
Lisman. Pengantar Pendidikan. Grasindo, 1992.
Murtiningsih, Siti. Pendidikan Alat Perlawanan. Resist Book, 2004.
Sadullah, Uyah. Drs, Pengantar
Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Alfabet, 2004.
Jalaluddin
dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan: Manusia, Filsafat dan Pendidikan,
Jakarta: Arruz Media, 2010, Cet. III, hlm. 84.
Hasbullah Bakry. Sitematik Filsafat, (Yogyakarta: Widjaya, 1970) hlm. 32.