PENDIDIKAN HOLISTIK
x A. Pengertian Pendidikan Holistic
Pendidikan holistic adalah pendidikan yang
memberikan pemahaman terhadap permasalahan global seperti HAM, keadilan sosial,
multikultural, agama, dan pemanasan global, sehingga mampu melahirkan peserta
didik yang berwawasan dan berkarakter global serta mampu memberikan solusi
terhadap permasalahan kemanusiaan dan perdamaian.Dengan demikian pendidikan
holistic bertujuan membentuk peserta didik yang setia memahami persoalan
lingkungannya dan berusaha ikut terlibat langsung dalam upaya pemecahan
masalah-masalah lokal dan global.Hal ini meniscayakan kompetensi dan militansi
yang memadai dari setiap peserta didik tentang diri, lingkungan sosial, dan
teknologi, informasi, dan komunikasi (TIK).
Pendidikan holistic
merupakan suatu filsafat pendidikan yang berangkat dari pemikiran bahwa pada
dasarnya seorang individu dapat menemukan identitas, makna dan tujuan hidup
melalui hubungannya dengan masyarakat, lingkungan alam, dan nilai-nilai
spiritual.Secara historis, pendidikan holistic sebetulnya bukan hal yang baru.
Sebuah pembelajaran holistik hanya dapat
dilakukan dengan baik apabila pembelajaran yang akan dilakukan bersifat alami,
natural, nyata, dekat dengan diri anak, dan guru yang melaksanakannya memiliki
pemahaman konsep pembelajaran terpadu dengan baik. Selain itu, juga dibutuhkan
kreativitas dan bahan-bahan atau sumber yang kaya serta pengalaman guru dalam
membuat model-model pembelajaran yang tematis sehingga terasa kebermaknaan
dalam pembelajarannya.
Tujuan pendidikan
holistik adalah membantu mengembangkan potensi individu dalam suasana
pembelajaran yang lebih menyenangkan dan menggairahkan, demoktaris dan humanis
melalui pengalaman dalam berinteraksi dengan lingkungannya.Melalui pendidikan
holistik, peserta didik diharapkan dapat menjadi dirinya sendiri (learning
to be). Dalam arti dapat memperoleh kebebasan psikologis, mengambil
keputusan yang baik, belajar melalui cara yang sesuai dengan dirinya,
memperoleh kecakapan sosial, serta dapat mengembangkan karakter dan
emosionalnya.
B. Sejarah Pendidikan Holistik
Pendidikan holistic lahir sebagai respons
positif dan bijaksana atas krisis ekologi, budaya, dan tantangan moral abad
ini, yang bertujuan untuk mendorong kaum muda sebagai generasi penerus agar
dapat hidup dengan bijaksana dan bertanggungjawab dalam suatu masyarakat yang
saling pengertian dan secara berkelanjutan serta ikut berperan dalam
pembangunan masyarakat. Pendidikan holistic berkembang sekitar tahun 1960-1970
sebagai akibat dari keprihatinan merebaknya krisis ekologis, dampak nuklir,
polusi kimia dan radiasi, kehancuran keluarga, hilangnya masyarakat
tradisional, hancurnya nilai-nilai tradisional serta institusinya.
Beberapa tokoh klasik yang dapat dianggap
sebagai perintis pendidikan holistic, diantaranya : Jean Rousseau, Ralp Waldo
Emerson, Henry Thoreau, Broson Alcott, Johann Pestalozzi, Frien Rich Froebel,
dan Francisco Ferrer. Selain itu terdapat pula tokoh yang lain dianggap sebagai
pendukung pendidikan holistic, yaitu : RidolfSteinner, Maria Montessori,
Francis Farker, John Dewey, John Caldwell Holt, George Dennison, Kieran Egan,
Howard Gardner, JidduKhrisnamurti, Carl jung, Abraham Maslow, Carl Rogers, Paul
Goodman, Ivan Illich dan Paulo Freire.
Hal yang melatar belakangi perlunya pendidikan
holistic,yaitu:
1. Dampak era globalisasi yang terjadi saat ini
telah melahirkan proses integrasi ekonomi, fragmentasi politik, high
technology, interdependensi, dan new colonization in culture.
2. Dampak dari budaya masyarakat global dan
masyarakat urban yang cenderung ingin serba cepat, instan, rasional, efisien,
pragmatis, hedonis, materialistik, maka telah terjadi tingkat persaingan dalam
memperebutkan berbagai kebutuhan hidup yang semakin tinggi.
3. Akibat
dari kesulitan akan mendapatkan berbagai kebutuhan hidup serta adanya budaya
yang kurang sehat yakni budaya hipokrit yang menghalalkan segala cara
mengakibatkan manusia harus bersifat bohong atau bersikap mendua, yakni sebuah
penampilanyang berbeda-beda dalammenyikapi sebuah masalah
4. Akibat dari suasana kehidupan yang semakin
individualistik dan banyak hal-hal pribadi yang bersifat rahasia dan berbahaya
jika diketahui orang lain, menyebabkan timbulnya sikap hidup menyendiri dan
perasaan tersaing dan terisolir dari sebuah kehidupan.
5. Munculnya gejala perasaan hidup yang kurang
bermakna, sebagai akibat dari pandangan hidup yang terlampau menekankan aspek
materi yang tidak pernah ada batas kepuasan.
6. Pelaksanaan pendidikan yang cenderung
mengutamakan aspek kognitif dan meningkatkan aspek afektif dan psikomotorik.
7. Konsep pendidikan yang ada sekarang kurang
melibatkan berbagai pendekatan yang bersifat holistic, terutama pendekatan
agama, HAM, hukum, spiritual, politik, dan filsafat.
Dengan mengemukakan beberapa alasan di atas, Gagasan
dan pemikiran inti para perintis pendidikan holistic sempat tenggelam sampai
terjadinya loncatan paradigma cultural pada tahun 1960-an. Memasuki tahun
1970-an mulai ada gerakan untuk menggali kembali gagasan dari penganut aliran
holistic. Perkembangan gagasan pendidikan holistic mulai mengalami kemajuan yang signifikan
terjadi ketika dilaksanakan konferensi pertama pendidikan holistic nasional
yang diselenggarakan oleh Universitas California pada Juli 1979, dengan
menghadirkan The MandalaSociety dan The
National Center For The Exploration of Human Potential. Enam tahun
kemudian, para penganut pendidikan holistic mulai memperkenalkan tentang dasar
pendidikan holistic dengan sebutan 3 R’s, yaitu akronim dari relationship ,renponsibility, dan reverence. Berbeda dengan pendidikan pada
umumnya, dasar pendidikan 3 R’s ini lebih diartikan sebagai writting, reading,danarithmetic, yang selanjutnya di
Indonesia dikenal dengan sebutan ” calistung “ (membaca, menulis, dan
berhitung).
Dari semenjak itu pendidikan holistic mulai
diperkenalkan dan di praktikkan di berbagai lembaga pendidikan di Indonesia,
dengan sebutan yang berbeda-beda.Namun, seberapa jauh pendidikan holistic
dikenal dan dilaksanakan di sekolah-sekolah tersebut belum ada data yang dapat
dijadikan pegangan. Untuk sebuah penelitian dalam rangka untuk mengetahui
seberapa jauh para pengelola lembaga pendidikan telah mengenal konsep
pendidikan holistik, serta implementasinya, serta bagaimana perbedaannya dengan
lembaga pendidikan yang belum menerapkan konsep pendidikan holistic, serta apa
saja factor-faktor pendukung dan penghambatnya, tampaknya perlu dijadikan objek
penelitian tersebut sehingga dapat ditawarkan sebuah strategi yang efektif
untuk mendukung pelaksanaan pendidikan holistic tersebut.
C. Strategi Pendidikan Holistik
Pendidikan holistic memperhatikan kebutuhan dan
potensi yang dimiliki peserta didik, baik dalam aspek intelektual, emosional,
fisik, artistik, kreatif, maupun spiritual. Proses pembelanjaan menjadi
tanggung jawab kolektif, oleh karena itu strategi pembelajaran lebih diarahkan
pada bagaimana mengajar dan bagaimana orang belajar. Beberapa hal yang harus
dipertimbangkan dalam mengembangkan strategi pembelajaran holistic,
diantaranya:
1. Menggunakan pendekatan pembelajaran
transformative
2. Prosedur pembelajaran yang fleksibel
3. Pemecahan masalah melalui lintas disiplin ilmu
4. Pembelajaran yang bermakna
5. Pembelajaran melibatkan komunitas di mana
individu berada.
Dalam pendidikan holistic peran dan otoritas
guru untuk memimpin dan mengontrol kegiatan pembelajaran hanya sedikit dan guru
lebih banyak berperan sebagai sahabat, mentor, dan fasilitator.Forbes
mengibaratkan peran guru seperti seorang teman dalam perjalanan yang telah
berpengalaman dan menyenangkan.Sekolah hendaknya menjadi tempat peserta didik
dan guru bekerja guna mencapai tujuan yang saling menguntungkan.Komunikasi yang
terbuka dan jujur sangat penting, perbedaan individu dihargai dan kerjasama
lebih utama daripada kompetisi.
Untuk mencapai tujuan pendidikanholistik, maka
kurikulum yang dirancang juga harus diarahkan untuk mencapai tujuan pembentukan
manusia yang utuh.Termasuk pula pembentukan anak menjadi pembelajaran sejati
yang senantiasa berpikir holistic, bahwa segala sesuatu adalah saling terkait
atau berhubungan.Beberapa pendekatan pembelajaran yang dianggap efektif untuk
menjadikan manusia pembelajar sejati diantaranya pendekatan siswa belajar
aktif, pendekatanyang merangsang daya minat anak atau rasa keingintahuan anak,
pendekatan belajar bersama dalam kelompok, kurikulum terintegrasi, dan
lain-lain.
Kurikulum terintegrasi dalam pendidikan
holistic membuat siswa belajar sesuai dengan gambaran yang sesungguhnya, hal
ini karena kurikulum terintegrasi mengajarkan keterkaitan akan segala sesuatu
sehingga terbiasa memandang segala sesuatu dalam gambaran utuh.Sembilan pilar
karakter yang dikembangkan di dalam penyelenggaraan pendidikan holistic, yaitu:
1. Cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya
2. Kemandirian dan tanggung jawab
3. Kejujuran/amanah, diplomasi
4. Hormat dan santun
5. Suka tolong menolong dan gotong royong/
kerjasama
6. Percaya diri dan pekerja keras
7. Kepemimpinan dan keadilan
8. Baik dan rendanh hati
9. Karakter toleransi, kedamaian, dan kesatuan.
Paradigma holistik
menekankan proses pendidikan dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1.
Tujuan pendidikan holistik mengintrodusir terbentuknya
manusia seutuhnya dan masyarakat seutuhnya.
2.
Materi pendidikan
holistik mengandung kesatuan pendidikan jasmani-rohani, mengasah kecerdasan
intelektual-spiritual (emosional)- ketrampilan, kesatuan materi pendidikan
teoritis-praktis, kesatuan materi pendidikan pribadi-sosial-ketuhanan
3.
Proses pendidikan holistik mengutamakan kesatuan
kepentingan anak didik-masyarakat.
4.
Evaluasi pendidikan holistik mementingkan tercapainya
perkembangan anak didik dalam bidang penguasaan
ilmu-sikap-tingkahlaku-ketrampilan.
D. Konsep Dasar yang Medasari Pendekatan Holistic
Scott H Young (2005), Prinsip holistik yang mendasari adalah bahwa
organisme kompleks fungsi yang paling efektif ketika semua bagian komponen itu
sendiri berfungsi dan co-operasi secara efektif. Dan ide ini berhubungan sangat
erat dengan konsep sinergi, dengan seluruh yang lebih besar daripada jumlah
bagian-bagiannya. Dalam hal pendidikan arus utama pendekatan 'manusia yang
utuh' untuk belajar adalah jauh lebih mungkin untuk diamati dalam pembibitan
sensorik-kaya atau ruang sekolah aktivitas utama daripada di teater
kecerdasan-didominasi kuliah universitas.
Secara maknawi
holistik adalah pemikiran secara menyeluruh dan berusaha menyatukan beraneka
lapisan kaidah serta pengalaman yang lebih dari sekedar mengartikan manusia
secara sempit. Artinya, setiap anak sebenarnya memiliki sesuatu yang lebih
daripada yang di ketahuinya. Setiap kecerdasan dan kemampuan seorang jauh lebih
kompleks daripada nilai hasil tesnya
Adapun yang dianggap
sebagai pendukung pembelajaran holistik adalah tokoh humanistik dari Swiss
Johan Pestalozzi, Thoreau, Emerson, maria Montessori dan Rudolf Steiner. Semua
tokoh tersebut menjelaskan bahwa pendidikan harus mencakup penanaman moral,
emosional, fisik, psikologis, agama serta dimensi perkembangan intelektual anak
secara utuh. Lebih lanjut mereka mengatakan bahwa sudah bukan waktunya
lagi pendidikan itu terkotak-kotak
sepenggal-sepenggal (bukan waktunya lagi pendidikan terfokus pada salah satu
ranah, yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik) dalam membentuk peserta didiknya.
Mereka harus diberi pendidikan secara holistik dan ideal sebagai bekal hidupnya
sehingga nantinya mereka menjadi manusia yang berkeunggulan hidup dan akhirnya
mamiliki kemandirian hidup.
E.
Aplikasi Pendekatan Holistik
dalam Pendidikan Anak
Pendekatan dalam proses
pelaksanaan pendidikan yang mampu melihat anak secara keseluruhan adalah
Pendekatan Holistik. Pendekatan Holistik dikemas bukan dalam bentuk yang kaku
melainkan melalui hubungan langsung antara anak didik dengan lingkungannya.
Pendekatan Holistik tidak melihat manusia dari aktivitasnya yang terpisah
pada bagian-bagian tertentu, namun merupakan mahluk yang bersifat utuh
dan tingkah lakunya tidak dapat dijelaskan berdasarkan aktivitas
bagian-bagiannya. Tidak hanya melalui potensi intelektualnya saja, namun
juga dari potensi spiritual dan emosionalnya
Proses pelaksanaan
pendekatan Holistik dalam pendidikan akan mengajak anak berbagi pengalaman
kehidupan nyata, mengalami peristiwa-peristiwa langsung yang diperoleh dari
pengetahuan kehidupan. Dengan demikian pendidik diharapkan dapat menyalakan/menghidupkan
kecintaan anak akan pembelajaran. Pendidik juga mendorong anak untuk melakukan
refleksi, diskusi daripada mengingat secara pasif tentang fakta-fakta. Hal ini
jauh lebih bermanfaat dibanding keterampilan pernecahan masalah yang bersifat
abstrak.
Komunitas pembelajaran
yang diciptakan pada proses pendidikan Holistik harus dapat merangsang
pertumbuhan kreativitas pribadi, dan keingintahuan dengan cara berhubungan
dengan dunia. Dengan demikian anak didik dapat menjadi pribadi-pribadi yang penuh
rasa ingin tahu yang dapat belajar apapun yang mereka butuh ketahui dalam
setiap konteks baru,Model pendidikan holistik ini melahirkan Kurikulum Holistik
yang memiliki ciri-ciri:
1. Spiritualitas adalah
jantung dari setiap proses dan praktek pembelajaran
2.
Pembelajaran diarahkan agar siswa menyadari akan keunikan
dirinya dengan segala potensinya. Mereka harus diajak untuk berhubungan dengan
dirinya yang paling dalarn (inner self, sehingga memahami eksistensi, otoritas,
tapi sekaligus bergantung sepenuhnya kepada pencipta Nya).
3.
Pembelajaran tidak hanya mengembangkan cara berpikir
analitis/linier tapi juga intuitif.
4.
Pembelajaran berkewajiban menumbuh kembangkan potensi
kecerdasan ganda (multiple intelligences).
5.
Menyadarkan anak akan keterkaitannya dengan komunitas
sekitarnya
6.
Mengajak anak menyadari hubungannya dengan bumi dan
ciptaan Allah selain manusia seperti hewan, tumbuhan, dan benda (air,
udara, tanah) sehingga mereka memiliki kesadaran ekologis.
7.
Kurikulumnya memperhatikan hubungan antara berbagai pokok
bahasan dalam tingkatan transdisipliner, sehingga hal itu akan lebih memberi
makna kepada siswa.
8.
Menghantarkan anak untuk
menyeimbangkan antara belajar individual dengan kelompok (kooperatif,
kolaboratif, antara isi dengan proses, antara pengetahuan dengan imajinasi,
antara rasional dengan intuisi, antara kuantitatif dengan kualitatif
9.
Pembelajaran yang tumbuh, menemukan, dan memperluas
cakrawala.
10. Pembelajaran yang
merupakan sebuah proses kreatif dan artistic
Artikel Online menyebutkan
aplikasi pendekatan holistik menurut Woofolk, A (1993) dalam pembelajaran di
sekolah adalah sebagai berikut :
1.
Wawasan pengetahuan yang mendalam ( insight ) yaitu bahwa
wawasan memegang peranan penting dalam perilaku.
2.
Pembelajaran yang bermakna ( meaning ful learning ) yaitu
kebermaknaan unsur – unsur yang terkait dalam suatu objek atau peristiwa akan
menunjanng pembentukan insight dalam proses pembelajaran
3.
Perilaku bertujuan ( purposive behavior ) yaitu bahwa
hakikatnya perilaku itu terarah pada suatu tujuan
4.
Prinsip ruang hidup ( life space ) menyatakan bahwa
perilaku individu mempunyai keterkaitan dengan lingkungan atau medan
dimana ia berada. Prinsip ini mengaplikasikan adanya padanan dan akitan antara
proses pembelajaran dengan tuntutan dan kebutuhan lingkungan
5.
Transfer dalam pembelajaran yaitu pemindahan pola – pola
perilaku dari suatu situasi pembelajaran tertentu kepada situaasi lain.
Transfer akan terjadi apabila anak menangkap prinsip – prinsip pokok dari suatu
masalah dan memnemukan generalisasi kemudian digunakan dalam memecahkan masalah
dalam situasi lain
Schreiner
bersama koleganya merumuskan delapan prinsip pendidikan holistic, yaitu:
1. Pendidikan
holistic berpusat pada Tuhan yang menciptakan dan menjaga kehidupan
2. Pendidikan
holistic adalah pendidikan untuk transformasi.
3. Pendidikan
holistic berkaitan dengan pengembangan individu secarautuh di dalam masyarakat.
4. Pendidikan
holistic menghargai keunikan dan kreativitas individu dan masyarakat yang
didasarkan pada kesalinghubungannya.
5. Pendekatan
holistic memungkinkan partisipasi aktif di masyarakat.
6. Pendidikan
holistic memperkukuh spiritualitas sebagai inti kehidupan dan sekaligus pusat
pendidikan.
7. Pendidikan
holistikmengajukan sebuah praksis mengetahui, mengajar dan belajar.
Daftar Pustaka
MasnurMuslich, Pendidikan Karakter; Menjawab
Tantangan Krisis Multidimensional, Jakarta, Bumi Aksara, 2011
MasnurMuslich,
Pendidikan Karakter;
Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional, Jakarta, Bumi Aksara, 2011, h.
32.
Luluk Yunan Ruhendi. 2004. Paradikma
Pendidikan Universal. Yogyakarta: IRCISOD