Prinsip, Pendekatan, dan Faktor yang
mempengaruhi Pengembangan Kurikulum
- Prinsip-prinsip pengembangan kurikulum
1.
Pengertian prinsip
pengembangan kurikulum
Secara
gramatikal, prinsip berarti asas, dasar, keyakinan, dan pendirian. Dari pengertian
ini tersirat makna bahwa kata prinsip menunjuk pada hal yang sangat penting,
mendasar, harus diperhatikan, memiliki sifat mengatur dan mengarahakan, serta
sesuatu yang biasanya selalu ada atau terjadi pada situasi kondisi yang serupa.
Pengertian dan makna prinsip ini menunjukkan bahwa prinsip itu memiliki fungsi
yang sangat penting dalam kaitannya dengan keberadaan sesuatu. Melalui
pemahaman suatu prinsip, orang bisa menjadikan sesuatu itu lebih efektif dan
efisien. Prinsip juga mencerminkan hakikat yang dikandung oleh sesuatu, baik
dalam dimensi proses maupun dimensi hasil, dan bersifat memeberikan rambu-rambu
atau aturan main yang harus diikuti untuk mencapai tujuan secara benar.
Pengertian
dan fungsi prinsip di atas bisa dijadikan dasar untuk menjelaskan arti dan
fungsi prinsip-prinsip penggembangan kurikulum, terutama dalam fase perencanaan
kurikulum (curiculum planning). Prinsip-prinsip tersebut menggambarkan ciri dan hakikat kurikulum itu sendiri.
Esensi
dari penggembangan kurikulum adalah proses identifikasi, analisis, sintesis,
evaluasi, pengambilan keputusan, dan kreasi elemen-elemen kurikulum. Jika
proses penggembangan kurikulum ingin berjalan secara efektif dan efisien, maka
para penggembang kurikulum harus memerhatikan prinsip-prinsip penggembangan
kurikulum, baik yang bersifat umum maupun khusus. Di samping itu, para
penggembang kurikulum akan bisa bekerja secara mantap, terarah dan hasilnya
dipertanggung jawabkan. Produk dari aktivitas penggembangan kurikulum tersebut
diharapkan akan sesuai dengan harapan masyarakat yang bersifat dinamis dan
zaman yang akan selalu berubah. Selain daripada itu, adanya berbagai prinsip
penggembang kurikulum merupakan suatu ciri bahwa kurikulum merupakan suatu area
atau lapangan studi (field of study) tersendiri.[1]
2.
Macam-macam Prinsip-prinsip
pengembangan kurikulum
Sebenarnya tidak terhitung banyaknya prinsip
yang dapat digunakan dalam penggembangan kurikulum, tetapi prinsip-prinsip
tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu prinsip umum dan prinsip khusus.
1. Prinsip-Prinsip Umum
a. Prinsip berorientasi pada tujuan dan kompetensi
Tujuan
yang dimaksud merupakan sesuatu yang ingin dicapai dalam pendidikan. Tujuan
pendidikan harus mencakup semua aspek perilaku peserta didik, baik dalam domain
kognitif, afektif, maupun psikomotor.
Kompetensi
adalah perpaduan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang
direfleksikan dalam pola berpikir dan pola bertindak. Ciri utama prinsip ini
adalah digunakannya pemikiran yang sistematik dan sistemik (systematic and
systemic thinking) di dalam penggembangan kurikulum. Oleh karena itu,
langkah pertama yang harus dilakukan oleh penggembang kurikulum adalah
menetapkan standar kompotensi kurikulum. Prinsip berorientasi pada kompotensi
digunakan untuk menunjukkan sekurang-kurangnya tiga hal, yaitu sebagai
indikator penguasaan kemampuan, sebagai titik awal desain dan implementasi
kurikulum, dan sebagai keragka untuk memahami kurikulum. Implikasinya adalah
mengusahakan agar seluruh kegiatan kurikuler terarah untuk menguasai kompetensi
yang telah ditetapkan sebelumnya.[2]
b. Prinsip relevansi
Secara
umum, istilah relevansi pendidikan dapat diartikan sebagai kesesuaian atau
keserasian pendidikan dengan tuntunan kehidupan. Dengan kata lain, pendidikan
dipandang relevan bila hasil yang diperoleh dari pendidikan tersebut berguna
atau fungsional bagi kehidupan.[3]
Masalah
relevansi pendidikan dengan kehidupan dapat ditinjau sekurang-kurangnya tiga
aspek:
1) Relevansi pendidikan dengan lingkungan hidup
siswa.
2) Relevansi dengan perkembangan kehidupan masa
sekarang dan masa yang akan datang.
3) Relevansi dengan tuntutan dalam dunia pekerjaan
Dapat
disimpulkan bahwa relevansi pendidikan dengan kehidupan bukan hanya berkisar
pada segi bahan atau isi pendidikan, juga menyangkut kegiatan dan penglaman
belajar Implikasinya; dalam penggembangan dan penggunaan kurikulum adalah
mengusahakan penggembangan kurikulum sedemikan rupa, sehingga mutu pendidikan
dapat memenuhi jenis dan mutu tenaga kerja yang dibutuhkan oleh masyarakat.
c. Prinsip efektifitas
Efektifitas
dalam suatu kegiatan berkenaan dengan seberapa jauh apa yang direncanakan atau
diinginkan dapat dilaksanakan atau tercapai.Efektifitas kurikulum dapat
ditinjau dari dua aspek:[4]
1) Efektifitas membelajarkan terutama menyangkut
sejauhmana jenis-jenis kegiatan pembelajaran yang direncanakan dapat
dilaksanakan dengan baik.
2) Efektifitas belajar siswa.
Efektifitas belajar siswa terutama menyangkut
seberapa jauh tujuan-tujuan pembelajaran kompetensi dasar yang diinginkan dapat
dicapai melalui kegiatan pembelajaran yang ditempuh. Implikasinya: mengusahakan
agar kegiatan pembelajaran dapat membuahkan hasil (mencapai tujuan pendidikan).
d. Prinsip efiseiensi
Efisiensi suatu usaha pada dasarnya merupakan
perbandingan antara hasil yang dicapai (output) dan usaha efisiensi dalam
kegiatan pendidikan, misalnya efisiensi waktu, tenaga, peralatan, sarana,
biaya, dan sebagainya. Namun prakteknya terkadang untuk mencapai efektifitas
diperlukan biaya, alat, sarana yang memadai. Dengan perkataan lain, efisiensi
terkendali tetapi efektifitas terabaikan. Namun perlu diingat, tidak setiap
yang mahal, lengkap sarana dan fasilitas yang sudah menjamin efektifitas
kegiatan. Hal ini masih tergantung kepada pemanfaatan dalam prosesnya. Bila
dalam penggunannya , sekalipun barang bekas atau murah dapat mencapai
efektifitas belajar dan pembelajaran.
Implikasinya:
mengusahakan agar kegiatan pembelajran mendayagunakan waktu, biaya dan
sumber-sumber lain secara cermat dan tepat sehingga hasil kegiatan pembelajaran
dapat memenuhi harapan.
e. Prinsip Kontinuitas
Kontinuitas atau kesinambungan dimaksudkan
saling hubungan antara beberapa tingkat, artinya menyusun kurikulum tingkat
satuan pendidikan hendaknya dipertimbangkan hal-hal berikut:
1) Materi-materi ajar yang diperlukan untuk
belajar lebih lanjut pada tingkat berikutnya hendaknya sudah dibelajarkan pada
tingkat sekolah atau madrasah sebelumnya.
2) Materi-materi ajar yang sudah dibelajarkan pada
tingkat sekolah berikutnya, kecuali atas dasar pertimbangan-pertimbangan
tertentu (scope and sequence of curiculum).
Implikasinya : mengusahakan agar setiap
kegiatan pembelajaran merupakan bagaian yang berkesinambungan dengan kegiatan
pembelajaran lainnya baik secara vertikal maupun horizontal.
f.
Prinsip
Fleksibilitas
Flesksibiltas
yang dimaksud adalah tidak kaku, artinya memberi sedikit kebebasan dan
kelonggaran dalam melakukan atau menggambil suatu keputusan tentang suatu
kegiatan yang akan dilaksanakan oleh pelaksana kurikulum. Pada tataran nyata
akan terkait dengan keragaman kemampuan sekolah atau madrash dalam menyediakan
tenaga dan fasilitas bagi berlangsungnya suatu kegiatan yang harus
dilaksanakan. Juga terkait degan keragaman sumber daya pendidikan secara
menyeluruh dan perbedaan demografis, geografis, dan faktor-faktor pendukung
lainnya.
Prinsip
fleksibilitas memiliki dua sisi : Pertama, fleksibel bagi guru, yang artinya
kurikulum harus memberikan ruang gerak bagi guru untuk menggembangkan program
pengajarannya sesuai dengan kondisi yang ada. Kedua, fleksibel bagi siswa,
artinya kurikulum harus menyediakan berbagai kemungkinan program pilihan sesuai
dengan bakat dan minat siswa.[5]
g. Prinsip Integritas
Integrasi
atau keterpaduan adalah penggembangan yang menunjukkan adanya hubungan
horizontal pengalaman belajar, sehingga dapat membantu siswa memperoleh pengalaman
itu dalam suatu kesatuan. Artinya, pengalaman belajar itu tidak berdiri
sendiri, melainkan dapat diterapkan dalam bidang lainnya.
Prinsip
ini menekankan bahwa kurikulum harus dirancang untuk mampu menggembangkan
manusia yang utuh dan pribadi yang terintegrasi. Artinya, manusia yang mampu
selaras dengan lingkungan hidup sekitarnya, mampu menjawab berbagai persoalan
yang dihadapi dalam kehidupannya. Untuk itu kurikulum harus dapat
menggembangkan berbagai kecakapan hidup (life skill). Kecakapan hidup bukan
hanya sekedar kecakapan manual dan kecakapan bekerja, tetapi suatu kecakapan
hidup yang dapat dipilih menjadi lima kategori:
1) Keterampilan mengenal diri sendiri (self
awarness) atau kecakapan personal (personal skill).
2) Kecakapan berpikir rasional (thinking
skill).
3) Kecakapan sosial (social skill).
4) Kecakapan akedemik (academic skill).
5) Kecakapan vokasional (vocational skill).
Kecakapan-kecakapan tersebut dalam tataran
empirik tidak dapat dipisah-pisahkan ketika seseorang melakukan suatu tindakan.
Tindakan seseorang merupakan suatu perpaduan yang melibatkan aspek fisik,
mental, emosional dan intelektual. Perbedaan antara orang yang memiliki
kecakapan hidup terletak pada kualitas tindakan yang dilakukan.
Implikasinya: untuk mencapai keterpaduan
tersebut, maka pembelajran terpadu (integrated learnig) atau
pembelajaran tematik merupakan salah satu cara yang bisa dilakukan. Melalui pembelajaran
terpadu atau tematik siswa diharapkan mampu mengetahui keterkaitan antara satu
konsep atau bahan pelajaran dengam konsep atau bahan pelajaran yang lain.[6]
h. Prinsip Sinkronisasi
Kurikulum harus dikembangkan dengan
mengusahakan agar semua kegiatan kurikuler, ekstrakulikuler dan kokuriluler
serta pengalaman belajar lainnya dapat serasi, selaras, seimbang, searah, dan
setujuan. Jangan sampai terjadi suatu kegiatan kurikuler menghambat,
berlawanan, dan mematikan kegiatan-kegiatan kurikuler lainnya termasuk dengan
kegaiatan ekstra dan kokurikuler.
i.
Prinsip
Objektivitas
Kurikulum harus dikembangkan dengan
mengusahakan agar semua kegiatan (intrakurikuler, ekstrakulikuler dan
kokurikuler) dilakukan dengan tatanan kebenaran ilmiah serta mengesampingkan
pengaruh-pengaruh subjektivitas, emosional, dan irasional.
j.
Prinisip
Demokrasi
Penggembangan kurikulum harus dilandasi oleh
nilai-nilai demokrasi, yaitu penghargaan terhadap kemampuan, menjunjung
keadilan, menerapkan persamaan kesempatan, dan memperhaatikan keberagaman
peserta didik. Dalam praktiknya, penggembang kurikulum hendaknya memposisikan
peserta didik sebagai insan yang harus dihargai kemampuannya dan diberi
kesempatan untuk menggembangkan potensinya.[7]
2. Prinsip-Prinsip Khusus
Ada
beberapa prinsip yang lebih khusus dalam penggembangan kurikulum.
Prinsip-prinsip ini berkenaan dengan penyusunan tujuan, isi, pengalaman
belajar, dan penilaian.
a. Prinsip berkenaan dengan tujuan pendidikan
Tujuan
menjadi pusat kegiatan dan arah semua kegiatan pendidikan. Perumusan komponen-komponen
kurikulum hendaknya mengacu pada tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan mencakup
tujuan yang bersifat umum atau berjangka panjang, jangka menengah, dan jangka
pendek (tujuan khusus). Perumusan tujuan pendidikan bersumber pada:
1) Ketentuan dan kebijaksanaan pemerintah, yang
dapat ditemukan dalam dokumen-dokeumen lembaga negara mengenai tujuan, dan
strategi pembangunan termasuk di dalamnya pendidikan.
2) Survei mengenai presepsi orang tua/ masyarakat
tentang kebutuhan mereka yang dikirimkan melalui angket atau wawancara dengan
mereka.
3) Survei tentang pandangan para ahli dalam
bidang-bidang tertentu, dihimpun melalui angket, wawancara, observasi, dan dari
berbagai media masa.
4) Survei tentang manpower.
5) Pengalaman negara-negara lain dalam masalah
yang sama.
6) Penelitian.
b. Prinsip berkenaan dengan pemilihan isi
pendidikan.
Memilih
isi pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan pendidikan yang telah ditentukan
para perencana kurikulum perlu mempertimbangkan beberapa hal:
1) Perlu penjabaran tujuan pendidikan/ pengajaran
ke dalam bentuk suatu perbuatan hasil belajar yang khusus dan sederhana. Makin
umum suatu perbuatan hasil belajar dirumuskan semakin sulit menciptakan
pengalaman belajar.
2) Isi bahan pelajaran harus meliputi segi
pengetahuan, sikap dan keterampilan.
3) Unit-unit kurikulum harus disusun dalam urutan
yang logis dan sitematis. Ketiga ranah belajar, yaitu pengetahuan, sikap, dan keterampilan
diberikan secara stimulan dalam urutan situasi belajar. Untuk hal tersebut
diperlukan buku pedoman guru yang memberikan penjelasan tentang organisasi
bahan alat pengajaran secara lebih mendetail.[8]
c. Prinsi-prinsip didaktik metodik
Prinsip ini meliputi :
1) Semua kegiatan dan pengajaran yang diajarkan
harus fungsional dan praktis.
2) Pengetahuan dan kegiatan harus diselaraskan
dengan taraf pemahaman dan perkembangan peserta didik.
3) Guru harus membangkitkan dan memupuk minat,
perhatian, dan kemampuan peserta didik.
4) Penyajian bahan pelajaran harus berbentuk
jalinan teori dan praktik.
5) Dalam pembelajaran, guru harus dapat membentuk perpaduan
antara kegiatan belajar individual dengan kelompok.
Selanjutnya prinsip-prinsip yang berkenaan
dengan proses pembelajaran (pendekatan, strategi, metode, teknik) adalah :
1) Harus seduai dengan tujuan (kognitif, afektif,
dan psikomotor) dan materi pembelajaran.
2) Bervariasi, sehingga dapat melayani perbedaan
individual peserta didik.
3) Memberikan urutan kegiatan yang logis,
sitematis, dan berjenjang.
4) Mengaktifkan peserta didik untuk belajar dan
merangsang guru untuk mengajar.
5) Merangsang berkembangnya kemampuan baru.
d. Prinsip yang berkenaan dengan media dan sumber
belajar
Prinsip
ini menunjukkan kesesuaian media dan sumber belajar dengan standar kompotensi
dasar, materi pelajaran, karakteristik media pembelajaran, tingkat perkembangan
pesrta didik, tingkat kemampuan guru, praktis-ekonomis. Untuk itu,
penggembangan kurikulum harus memerhatikan faktor-faktor, antara lain
objektivitas, program pembelajaran, sasaran program, situasi dan kondisi
(sekolah dan peserta didik), kualitas media, keefektifandan efisiensi
penggunaan.
e. Prinsip-prinsip evaluasi
Prinsip
ini meliputi prinsip mendidik, prinsip keseluruhan, prinsip kontinuitas,
prinsip objektivitas, prinisp kooperatif, prinsip praktis, dan prinsip
akuntabilitas. Dilihat dari teknik penggembangan instrumen, perlu diperhatikan:
prosedur penyusunan instrumen, jenis dan teknik penilaian, kesesuaian instrumen
dengan kompetensi, jenjang kemampuan yang diukur, tingkat perkembangan peserta
didik, waktu yang diperlukan, teknik pengolahan dan alalisis item, administrasi
penilaian, dan pemanfaatan hasil penelitian.[9]
Manfaat
yang bisa diambil dari prinsip umum dan prinsip khusus penggembangan kurikulum
tersebut adalah kita bisa menggunakannya secara bersamaan, karena akan saling
melengkapi. Semakin lengkap dan komperhensif, kesempurnaan suatu prinsip akan
semakin baik, karena akan semakin memperjelas dalam mengarahkan kerja para
penggembang kurikulum dan kesempurnaan kurikulum yang dihasilkannya. Meskipun
demikian, prinsip-prinsip yang disajikan di atas sifatnya tidak kaku, masih
mungkin dimodifikasi, ditambah atau dikurangi sesuai dengan kebutuhan yang ada.
- Pendekatan dalam pengembangan kurikulum
Seringkali kita bicara bahwa pendekatannya kurang tepat
untuk masalah ini, sehingga hasilnyapun kurang mencapai sasaran dan memuaskan,
dan sebagainya. Di samping itu, kita juga sering mengatakan bahwa “dengan
strategi yang tepat maka hasilnya akan lebih baik”. Oleh dua perkataan
“pendekatan” dan “strategi” ini seringkali kita terkecoh tentang mana kata yang
harus digunakan.
Pada dasarnya strategi dan pendekatan adalah berbeda.
Perbedaanya terletak pada jangkauan (cakupan)bahasanyya. Hal ini berarti bahwa
strategi lebih sempit daripada pendekatan. Pada dasarnya adalah siasat yang
diterapkan untuk memecahkan suatu masalah. Sedangkan pendekatan lebih
menekankan pada usaha dan penerapan langkah-langkah atau cara kerja dengan
menerapkan suatu strategi dan beberapa metode yang tepat, yang dijalankan
sesuai dengan langkah-langkah yang sistematik untuk memperoleh hasil kerja yang
lebih baik.[10]
Jadi pendekatan
pengembangan kurikulum adalah cara kerja dengan
menerapkan strategi dan metode yang tepat dengan mengikuti langkah-langkah
pengembangan yang sistematis untuk menghasilkan kurikulum yang lebih baik. Ada
berbagai macam pendekatan yang dapat digunakan dalam mengembangkan kurikulum,
diantaranya adalah:
a.
Pendekatan Mata Pelajaran
Pendekatan mata pelajaran
bertitik tolak dari mata pelajaran (subject matter) seperti ilmu bumi, sejarah,
ekonomi, ilmu biologi, ilmu kimia, ilmu alam, ilmu berhitung, ilmu aljabar,
menyanyi, menggambar, olah raga, pekerjaan tangan, dan sebagainya.
Masing-masing mata pelajaran berdiri sendiri sebagai suatu disiplin ilmu,
tersimpan di dalam kotak-kotak mata pelajaran dan terlepas satu sama lain.
berbagai mata pelajaran tersebut tidak mempunyai hubungan maupun kaitan satu
dengan yang lainnya, bahkan setiap mata pelajaran cenderung menganggap dirinya
yang paling penting. Itulah sebabnya pola kurikulum yang ada dalam pendekatan
ini merupakan pola kurikulum yang terpisah.[11]
Dalam pendekatan mata
pelajaran ini, terdapat sistem pembagian tanggung jawab di antara masing-masing
guru mata pelajaran, misalnya guru yang mengajar ilmu bumi di SMP atau SMA hana bertugas
mengajar ilmu bumi saja. Begitu pula halnya dengan guru biologi yang hanya
mengajar Biologi saja. Sekalipun seorang guru bertanggung jawab mengajar
sejumlah mata pelajaran sekaligus (seperti di Sekolah Dasar), namun guru
tersebut mengajarkannya secara terpisah dan tidak dikorelasikan satu dengan
yang lainnya. Jenis pendekatan inilah yang mengembangkan kurikulum mata
pelajaran (subject matter curriculum atau isolated curriculum).
b.
Pendekatan Interdisipliner
Berbagai gejala sosial
dan permasalahan yang ada dalam kehidupan sehari-hari ternyata tidak mungkin
ditinjau hana dari satu segi saja. Setiap gejala sosial akan saling berkaitan
satu dengan yang lainnya, baik dari segi sosial, politik, ekonomi, budaya dan
sebagainya. Begitu pula halnya dengan suatu peristiwa dalam masyarakat, yang
akan memengaruhi berbagai aspek kehidupan lainnya. Itulah sebabnya hal tersebut
tidak mungkin ditinjau hanya dari satu aspek, baik itu sejarah atau dari ilmu
bumi saja, melainkan harus dan sebaiknya ditinjau dari berbagai aspek.
Untuk mempelajari suatu
disiplin ilmu yang telah tersusun secara sistematis dan logis, diperlukan
kematangan intelektual tertentu, suatu hal yang tampaknya belum dimiliki
murid-murid sekolah dasar sampai dengan sekolah lanjutan atas. Dengan
pendekatan mata pelajaran, para siswa di sekolah tidak memiliki kesempatan untuk
membahas berbagai masalah sosial dari masyarakat lingkungannya.
Berdasarkan pertimbangan
di atas, para ahli berpendapat bahwa kurikulum sekolah sebaiknya tidak disusun
berdasarkan mata pelajaran yang terpisah, melainkan merupakan perpaduan
sejumlah mata pelajaran yang memiliki ciri-ciri yang sama, yang menjadi suatu
bidang studi (broadfield). Dewasa ini, pendekatan tersebut dikenal
dengan nama pendekatan interdisipliner, contohny kurikulum ilmu
pengetahuan sosial, ilmu pengetahuan alam, matematika, bahasa indonesia,
pendidikan moral pancasila, dan sebagainya. Bahkan, di berbagai sekolah di
amerika, ada yang disebut pendidikan kesehatan (health education), aesthetic
(seni dan musik) dan bidang-bidang studi lainnya.
Pendekatan
interdisipliner terdiri lagi atas tiga jenis pendekatan, yaitu pendekatan
struktural, pendekatan fungsional dan pendekatan daerah (interfield), yang
masing-masing mempunyai penekanan
sendiri, kendatipun antara ketiganya hanya berbeda secara gradual
belaka.
c.
Pendekatan Integratif
Pendekatan integratif,
yang juga dikenal dengan nama pendekatan terpadu, bertitik tolak dari suatu
keseluruhan atau kesatuan yang bermakna dan terstruktur.
Bermakna mempunyai arti
bahwa setiap suatu keseluruhan tersebut memiliki makna, arti, dan faedah
tertentu. Keseluruhan tersebut bukanlah penjumlahan dari berbagai bagian,
melainkan suatu totalitas yang memiliki makna tersendiri. Adapun terstruktur
mempunyai asumsi bahwa setiap bagian yang ada dalam keseluruhan itu berada dan
berfungsi dalam suatu struktur tertentu. Sebagai contoh, manusia bukanlah
penjumlahan dari bagian-bagian tubuh atau penjumlahan dari badaniah dan
rohaniah, melainkan sesuatu yang utuh. Dalam konteks ini, pendidikan anak
adalah pendidikan yang menyeluruh, atau dengan kata lain pendidikan dalam
rangka pembentukan yang terintegrasi. Oleh karena itu, kurikulum harus disusun
sedemikian rupa sehingga mampu mengembangkan pribadi yang utuh, dengan
mempertimbangkan bahwa anak adalah suatu potensi yang sedang berkembang dan
merupakan organisme yang hidup dalam masyarakat yang sedang berkembang pula.
Mata pelajaran dan atau
bidang studi hanyalah sebagian faktor yang memengaruhi perkembangan anak. Di
samping itu, bahkan dalam cakupan yang lebih luas lagi, masih banyak komponen
lain yang turut memengaruhi perkembangan anak, seperti bangunan, fasilitas,
tukang kebun, gambar, dan sebagainya.
Dewasa ini, pendekatan
terpadu banyak sekali dikembangkan. Dalam perkembangan kurikulum kita, terdapat
istilah “integrated curriculum” dengan sistem yang mencakup pengajaran
unit. Semua mata pelajaran atau bidang studi tidak terlepas atau terpisah satu
dengan yang lainnya, dan tidak ada pembatas satu sama lain.[12]
d.
Pendekatan Sistem
sistem adalah suatu totalitas yang terdiri atas sejumlah
komponen atau bagian. Komponen itu saling memengaruhi satu sama lain. suatu
komponen juga dapat merupakan sebuah subsistem dari suatu sistem.
Pada tingkat makro, jika kita meninjau sistem
pendidikan, maka kurikulum sesungguhnya merupakan suatu komponen dari input
insrumental. Kurikulum ditinjau dalam hubungan dengan komponen-komponenya,
antara lain tujuan, prinsip, susunan, dan sistem penyampaiannya.
Pendekatan sistem digunakan juga sebagai suatu sistem
berfikir, bahkan sistem pendekatan ini dikembangkan dalam upaya pembaharuan
pendidikan. Langkah-langkah digunakan adalah proses identifikasi dan perumusan
masalah, perumusan atau hasil-hasil yang diinginkan, dan pen entuan yang
dinilai paling tepat melalui paper analysis atau eksperimen. Selanjutnya
dilakukan kegiatan try out dan revisi, dan langkah terakhir yakni implementasi
dan evaluasi.
Dari uraian di atas, maka jelaslah bahwa dalam
penyusunan suatu program pendidikan dan kurikulum, sangat penting untuk
ditentukan terlebih dahulu jenis pendekatan yang akan digunakan. Meskipun
demikian, tidaklah berarti bahwa dalam penyusunan kurikulum hanya digunakan
satu jenis pendekatan saja, karena beberapa jenis pendekatan dapat juga
digunakan sekaligus, seperti yang dijumpai dalam pembinaan kurikulum tahun
1975.
- Faktor yang mempengaruhi pengembangan kurikulum
Sekolah mendapatkan
pengaruh dari kekuatan-kekuatan yang ada dalam masyarakat, terutama dari
perguruan tinggi dan masyarakat.
1.
Perguruan tinggi
Kurikulum minimal mendapat
dua pengaruh dari perguruan tinggi. Pertama, dari pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi yang dikembangkan di perguruan tinggi umum. Kedua, dari
pengembangan ilmu pendidikan dan keguruan serta penyiapan guru-guru diperguruan
tinggi keguruan (lembaga pendidikan tenaga kependidikan). Telah diuraikan
terdahulu bahwa pengetahuan dan teknologi
banyak memberikan sumbangan bagi isi kurikulum serta proses
pembelajaran. Jenis pengetahuan yang dikembangkan di perguruan tinggi akan
mempengaruhi isi pelajaran yang akan dikembangkan di perguruan tinggi akan
mempengaruhi isi pelajaran yang akan dikembangkan di perguruan tinggi akan
mempengaruhi isi pelajaran yang akan mempengaruhi isi pelajaran yang akan
dikembangkan dalam kurikulum. Perkembangan teknologi selain menjadi isi
kurikulum juga mendukung pengembangan alat bantu dan media pendidikan.[13]
Kurikulum lembaga
pendidikan tenaga kependidikan juga mempengaruhi pengembangan kurikulum,
terutama melalui penguasaan ilmu dan kemampuan keguruan dari guru-guru yang
dihasilkannya. Penguasaan ilmu, baik ilmu pendidikan maupun bidang studi serta
kemampuan mengajar dari guru-guru akan sangat mempengaruhi pengembangan dan
implementasi kurikulum di sekolah. Guru-guru yang mengajar pada berbagai
jenjang dan jenis sekolah yang ada dewasa ini, umumnya disiapkan oleh LPTK
(IKIP, FKIP, STKIP) melalui berbagai program, yaitu program D2, D3 dan S1. Pada
sekolah dasar masih banyak guru berlatar belakang pendidikan SPG dan SGO,
tetapi secara berangsur-angsur mereka akan mengikuti program penyetaraan D2.
2.
Masyarakat
Sekolah merupakan bagian
dari masyarakat dan mempersiapkan anak untuk kehidupan di masyarakat. Sebagai
bagian dan agen dari masyarakat, sekolah sangat dipengaruhi oleh lingkungan
masyarakat di mana sekolah tersebut berada. Isi kurikulum hendaknya
mencerminkan kondisi dan dapat memenuhi tuntutan dan kebutuhan masyarakat di
sekitarnya. Masyarakat yang ada di sekitar sekolah mungkin merupakan masyarakat
homogen atau heterogen, masyarakat kota atau desa, petani, pedagang atau
pegawai, dan sebagainya. Sekolah harus melayani aspirasi-aspirasi yang ada di
masyarakat.
Salah satu kekuatan yang
ada dalam masyarakat adalah dunia usaha. Perkembangan dunia usaha yang ada di
masyarakat mempengaruhi pengembangan kurikulum sebab sekolah bukan hanya
mempersiapkan anak untuk bekerja dan berusaha. Jenis pekerjaan dan perusahaan
yang ada di masyarakat menuntut persiapannya di sekolah.
3.
Sistem nilai
Dalam kehidupan masyarakat
terdapat sistem nilai, baik nilai moral, keagamaan, sosial, budaya maupun nilai
politis. Sekolah sebagai lembaga masyarakat juga bertanggung jawab dalam pemeliharaan
dan penerusan nilai-nilai. Sistem nilai yang akan dipelihara dan diteruskan
tersebut harus terintegrasikan dalam kurikulum. Masalah utama yang dihadapi
para pengembang kurikulum menghadapi nilai ini adalah, bahwa dalam masyarakat
nilai itu tidak hanya satu. Masyarakat umumnya heterogen dan multifaset.
Masyarakat memiliki kelompok-kelompok etnis, kelompok vokasional, kelompok
intelek, kelompok sosial, ekonomi, politik, fisik, estetika, etika, religius,
dan sebagainya.[14]
Aspek-aspek tersebut sering juga mengandung nilai-nilai yang berbeda. Ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan guru dalam mengajarkan nilai: (1) guru
hendaknya mengetahui dan memperhatikan semua nilai yang ada dalam masyarakat,
(2) guru hendaknya berpegang pada prinsip demokrasi, etis, dan moral, (3) guru
berusaha menjadikan dirinya sebagai teladan yang patut ditiru, (4) guru
menghargai nilai-nilai kelompok lain, (5) memahami dan menerima keragaman
kebudayaan sendiri.