ALIRAN FILSAFAT PRAGMATISME
Aliran pragmatisme pertama kali tumbuh di Amerika oleh Charles
Sanders Pierce, namun Pragmatisme sendiri berkembang pesat dan terkenal di
dunia melalui William James dan juga
Jhon Dewey yang juga ikut andil didalamnya. Pragmatisme
itu sendiri berasal dari kata Yunani pragma
yang berarti perbuatan (action) atau tindakan (practice).
Pragmatisme secara bahasa adalah
aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa kriteria kebenaran sesuatu ialah,
apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupannyata.
Dan di dalam makalah ini kami sedikit membahas tentang implikasi peneraan
pragmatisme dalam pendidikan. Implikasi pragmatis dalam pendidikan diantaranya
:
1. Tujuan
Pendidikan
Filosof
paragmatisme berpendapat bahwa pendidikan harus mengajarkan seseorang tentang
bagaimana berfikir dan menyesuaikan diri terhadap perubahan yang terjadi di
dalam masyarakat.Tujuan-tujuan pendidikan tersebut meliputi:
a.
Kesehatan yang
baik
b.
Keterampilan-keterampilan
dan kejujuran dalam bekerja
c.
Minat dan hobi
untuk kehidupan yag menyenangkan, dan lain-lain
2.
Kurikulum
Kurikilum
pendidikan pragmatisme “berisi pengalaman-pengalaman yang telah teruji, yang
sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa.
3.
Metode
Pendidikan
Ajaran
pragmatisme lebih mengutamakan penggunaan metode pemecahan masalah (problem
solving method) serta metode penyelidikan dan penemuan (inquiri and
discovery method).
4.
Peranan Guru
dan Siswa
Dalam
pembelajaran, peranan guru bukan “menuangkan” pengetahuanya kepada siswa.
Setiap apa yang dipelajari oleh siswa haruslah sesuai dengan kebutuhan, minat
dan masalah pribadinya. Pragmatisme menghendaki agar siswa dalam menghadapi
suatu pemasalahan, hendaknya dapat merekonstruksi lingkungan untuk memecahkan
kebutuhan yang dirasakannya.
Pada dasarnya pragmatisme dalam pembelajaran adalah berusaha untuk lebih
menekankan kepada metode dan pendirian daripada doktrin filsafst yang
sistematis , filsafat pragmatis dalam pendidikan ini juga sifatnya kritis
terhadap sistem-sistem silsafat sebelumnya. Pada Pragmatisme ini didalam
pendidikan harus mengajarkan seseorang tentang bagaiman berfikir dan
menyesuaikan diri terhadap perubahan yang terjadi didalam masyarakat.
Tujuan dari konsep pragmatisme ini dalamdunia pendidikan yang salah satunya bertujuan untuk
mengajarkan kepada siswa agar mereka
dapat memahami kondisi disekitarnya dan dari situlah siswa diharap dapat
memahami, mengerti dan dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk
untuk diri mereka dari pengaruh lingkungan sekitar.
Pendidikan
Menurut Pragmatisme
A.
Pengertian pragmatisme
Secara Istilah
Pragmatisme berasal dari kata Yunani pragma
yang berarti perbuatan (action) atau tindakan (practice). Isme di sini sama
artinya dengan isme-isme lainnya, yaitu berarti aliran atau ajaran atau paham.
Dengan demikian Pragmatisme itu berarti ajaran yang menekankan bahwa pemikiran
itu menuruti tindakan.Aliran ini bersedia
menerima segala sesuatu, asal saja hanya membawa akibat
praktis.Pengalaman-pengalaman pribadi, kebenaran mistis semua bisa diterima
sebagai kebenaran dan dasar tindakan asalkan membawa akibat yang praktis yang
bermanfaat.Dengan demikian, patokan pragmatisme adalah “manfaat bagi hidup
praktis”.Pragmatisme memandang bahwa kriteria kebenaran
ajaran adalah “faedah” atau “manfaat”.Suatu teori atau hipotesis dianggap oleh
Pragmatisme benar apabila membawa suatu hasil. Dengan kata lain, suatu teori
itu benar kalau berfungsi (if it works).
Kata pragmatisme sering sekali diucapkan orang.Orang-orang menyebut kata
ini biasanya dalam pengertian praktis.Jika orang berkata, Rencana ini kurang
pragmatis, maka maksudnya ialah rancangan itu kurang praktis.Pengertian seperti
itu tidak begitu jauh dari pengertian pragmatisme yang sebenarnya, tetapi belum
menggambarkan keseluruhan pengertian pragmatisme.
Pragmatisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa kriteria
kebenaran sesuatu ialah, apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi
kehidupannyata. Oleh sebab itu kebenaran sifatnya menjadi relatif
tidak mutlak. Mungkin suatu konsep atau peraturan sama sekali tidak memberikan
kegunaan bagi masyarakat tertentu, tetapi terbukti berguna bagi masyarakat yang
lain. Maka konsep itu dinyatakan benar oleh masyarakat yang kedua.
pragmatisme dipandang sebagai filsafat Amerika asli.Namun
sebenernya berpangkal pada filsafat empirisme Inggris, yang berpendapat manusia
dapat mengetahui apa yang manusia alami. Pendiri filsafat pragmatisme di
Amerika adalah Charles sander perce (1839-1914), William James (1842-1910), dan
John Dewey (1859-1952).Ketiga filosof tersebut berbeda, baik dalam metodologi
maupun dalam kesimpulannya.Pragmatism peirce dilandasi oleh fisika dan matematika,
filsafta Dewey dilandasi oeh sains-sains sosial dan biologi, sedangkan
pragmatism James adalah personal, psikologis, dan bahkan religius.
B.
Tokoh-tokoh Pragmatisme
Dalam Pragmatisme terdapat tiga tokoh yang berpendapat :
1.
Charles Sandre
Peirce ( 1839 M )
Dalam konsepnya
ia menyatakan bahwa, sesuatu dikatakan berpengaruh bila memang memuat hasil
yang praktis. Pada kesempatan yang lain ia juga menyatakan bahwa, pragmatisme
sebenarnya bukan suatu filsafat, bukan metafisika, dan bukan teori kebenaran,
melainkan suatu teknik untuk membantu manusia dalam memecahkan masalah. Dari
kedua pernyataan itu tampaknya Pierce ingin menegaskan bahwa, pragmatisme tidak
hanya sekedar ilmu yang bersifat teori dan dipelajari hanya untuk berfilsafat
serta mencari kebenaran belaka, juga bukan metafisika karena tidak pernah
memikirkan hakekat dibalik realitas, tetapi konsep pragmatisme lebih cenderung
pada tataran ilmu praktis untuk membantu menyelesaikan persoalan yang dihadapi
manusia.
Peirce mengemukakan dua metode yaitu metode pragmatik dan prosedur
penetapan makna. Yang dimaksud metode pragmatik merupakan sebuah ide
yang kita pikirkan itu bisa menjadi jelas. Metode pragmatik bukan dimaksudkan
untuk menetapkan makna semua ide melainkan untuk konsep intelektual yang dimiliki struktur argumentatif atas fakta
obyektif.
Prosedur
Penetapan Makna merupakan
urunan lain yang dari Peirce pada pragmatisme. Pertama, suatu makna itu kosong
bila tak dapat diaplikasikan dalam situasi. Kedua, untuk dapat memberikan makna kita harus membangun sekema
sebagai kerangka teoretik untuk mendapatkan isi konsep empirik yang signifikan.
2.
William James (1842-1910 M)
William James lahir di New York pada tahun 1842 M, anak Henry James, Sr.
ayahnya adalah orang yang terkenal, berkebudayaan tinggi, pemikir yang
kreatif.Selain kaya, keluarganya memang dibekali dengan kemampuan intelektual
yang tinggi.Keluarganya juga menerapkan humanisme dalam kehidupan serta
mengembangkannya.Ayah James rajin mempelajari manusia dan agama.Pokoknya,
kehidupan James penuh dengan masa belajar yang dibarengi dengan usaha kreatif
untuk menjawab berbagai masalah yang berkenaan dengan kehidupan.
Menurut William James pragmatisme adalah realitas
sebagaimana yang kita ketahui.
Dan menurut pendapatnya lagi Pragmatisme adalah filsafat praktis karena
ia memberikan kontrol untuk bertindak bagi kebutuhan, harapan, serta keyakinan
manusia untuk sebagian dari masa depannya.
Di dalam bukunya The Meaning of Truth, Arti Kebenaran, James mengemukakan
bahwa tiada kebenaran yang mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang
berdiri sendiri dan terlepas dari segala akal yang mengenal. Sebab pengalaman
kita berjalan terus dan segala yang kita anggap benar dalam pengembangan itu
senantiasa berubah, karena di dalam prakteknya apa yang kita anggap benar dapat
dikoreksi oleh pengalaman berikutnya. Oleh karena itu, tidak ada kebenaran
mutlak, yang ada adalah kebenaran-kebenaran (artinya, dalam bentuk jamak) yaitu
apa yang benar dalam pengalaman-pengalaman khusus yang setiap kali dapat diubah
oleh pengalaman berikutnya.
Nilai pengalaman dalam pragmatisme tergantung pada akibatnya, kepada
kerjanya artinya tergantung keberhasilan dari perbuatan yang disiapkan oleh
pertimbangan itu.Pertimbangan itu benar jikalau bermanfaat bagi pelakunya, jika
memperkaya hidup serta kemungkinan-kemungkinan hidup.
Di dalam bukunya, The Varietes of Religious Experience atau keanekaragaman
pengalaman keagamaan, James mengemukakan bahwa gejala keagamaan itu berasal
dari kebutuhan-kebutuhan perorangan yang tidak disadari, yang mengungkapkan
diri di dalam kesadaran dengan cara yang berlainan. Barangkali di dalam bawah
sadar kita, kita menjumpai suatu relitas cosmis yang lebih tinggi tetapi hanya
sebuah kemungkinan saja.Sebab tiada sesuatu yang dapat meneguhkan hal itu
secara mutlak.Bagi orang perorangan, kepercayaan terhadap suatu realitas cosmis
yang lebih tinggi merupakan nilai subjektif yang relatif, sepanjang kepercayaan
itu memberikan kepercayaan penghiburan rohani, penguatan keberanian hidup,
perasaan damain keamanan dan kasih kepada sesama dan lain-lain.
James membawakan pragmatisme ini diturunkan kepada Dewey yang
mempraktekkannya dalam pendidikan.Pendidikan menghasilkan orang Amerika
sekarang.Dengan kata lain, orang yang paling bertanggung jawab terhadap
generasi Amerika sekarang adalah William James dan John Dewey.Apa yang paling
merusak dari filsafat mereka itu? Satu saja yang kita sebut: Pandangan bahwa
tidak ada hukum moral umum, tidak ada kebenaran umum, semua kebenaran belum
final. Ini berakibat subyektivisme, individualisme, dan dua ini saja sudah
cukup untuk mengguncangkan kehidupan, mengancam kemanusiaan, bahkan manusianya
itu sendiri.
3.
John Dewey (1859-1952 M)
Sekalipun Dewey bekerja terlepas dari William James, namun menghasilkan
pemikiran yang menampakkan persamaan dengan gagasan James.Dewey adalah seorang
yang pragmatis.Menurutnya, filsafat bertujuan untuk memperbaiki kehidupan
manusia serta lingkungannya atau mengatur kehidupan manusia serta aktifitasnnya
untuk memenuhi kebutuhan manusiawi.Sebagai pengikut pragmatisme, John Dewey
menyatakan bahwa tugas filsafat adalah memberikan pengarahan bagi perbuatan
nyata.Filsafat tidak boleh larut dalam pemikiran-pemikiran metafisis yang
kurang praktis, tidak ada faedahnya.
Dewey lebih suka menyebut sistemnya dengan istilah instrumentalisme. Dalam
teori inkuirinya Dewey mengembangkan filsafatnya sebagai berikut :
Situasi di sekeliling kita itu sebagai pengalaman pertama merupakan situasi
indeterminate , maka dengan berfikir reflektif, situasi tersebut menjadi
determinate, atas refleksi kita. Pengalaman itu sendiri adalah salah satu kunci dalam
filsafat instrumentalisme.Oleh karena itu filsafat harus berpijak pada
pengalaman dan mengolahnya secara aktif-kritis. Dengan demikian, filsafat akan
dapat menyusun sistem norma-norma dan nilai-nilai.
Proses inkuiri tersebut
untuk sampai kepada pencitraan determinate tersebut melalui hipotesis atau plan
of actiaon yang selanjutnya diuji
secara eksperimental. Dalam proses inkuiri tersebut John Dewey bukan mencari
benar salah, melainkan mencari efektif atau tidaknya. Hasil efektif sebagai ends
akan menjadi means pada inkuiri berikutnya, sehingga akan menjadi
matarantai berkelanjutan means – ends – means – end – means - ends. Itulah Instrumentalisme John
dewey.
Instrumentalisme ialah suatu usaha untuk menyusun suatu teori yang logis
dan tepat dari konsep-konsep, pertimbangan-pertimbangan,
penyimpulan-penyimpulan dalam bentuknya yang bermacam-macam itu dengan cara
utama menyelidiki bagaimana pikiran-pikiran itu dengan cara utama menyelidiki
bagaimana pikiran-pikiran itu berfungsi dala penemuan-penemuan yang berdasarkan
pengalaman yang mengenai konsekuensi-konsekuensi di masa depan.
Menurut Dewey, kita ini hidup dalam dunia yang belum selesai penciptaannya.
Sikap Dewey dapat dipahami dengan sebaik-baiknya dengan meneliti tiga aspek
dari yang kita namakan instrumentalisme.Pertama, kata “temporalisme” yang
berarti bahwa ada gerak dan kemajuan nyata dalam waktu.Kedua, kata futurisme,
mendorong kita untuk melihat hari esok dan tidak pada hari kemarin.Ketiga,
milionarisme, berarti bahwa dunia dapat diubah lebih baik dengan tenaga kita.
C.
Aliran-Aliran Dalam Pragmatisme
1.
Pragmatisme yang berpegang teguh pada praktik
Pada penganut pragmatisme menaruh perhatian pada praktik. Mereka
memandang hidup manusia sebagai suatu perjuangan untuk hidup yang berlangsung
terus-menerus yang didalamnya hal yang terpenting ialah konsekuensi-konsekuensi
yang bersifat praktis. Konsekuensi-konsekuensi yang bersifat praktis erat
hubungannya dengan makna dan kebenaran, demikian eratnya sehingga oleh seorang
penganut pragmatisme dikatakan bahwa kedua hal tersebut sesungguhnya merupakan
keunggulan.
2.
Makna dan kebenaran berhubungan dengan konsekuensi-konsekuensi
Sesungguhnya makna yang menyangkut ide dan kebenaran menyatakan
hubungan antara ide-ide yang dipandang berhubungan dan hubungan dengan suatu yang
ditunjuk oleh ide-ide tersebut. Seorang penganut pragmatisme melakukan
pendekatan terhadap penyelesaian masalah ini dengan mempertimbangkan
kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh orang yang berfikir.
Pragmatisme membuat kebenaran
menjadi pengertian yang dinamis dan nisbi, sambil berjalan kita membuat
kebenaran karena masalah-masalah yang kita hadapai bersifat nisbi bagi kita.
Untuk memberikan gambaran mengenai masalah ini, kami memberikan tentang suatu
tanggapan yang kebetulan diantara para penganut pragmatisme sendiri tidak
terdapat kesepakatan. Tentang tanggapan “Tuhan Ada”, bicara secara pragmatisme maka
tidak ada konsekuensi praktis yang niscaya akan timbul dari tanggapan tersebut.
Bahwasannya “Tuhan ada” tidaklah mengakibatkan suatu niscaya akan terjadi.
sejauh yang kita lihat, dunia tidak akan berbeda jika kita beranggapan bahwa
Tuhan tidak ada. Tampaknya yang merupakan kelanjutan kenyataan tersebut ialah
bahwa berbicara secara pragmatisme bahwa pernyataan “Tuhan Ada”, tidak
mengandung makna terlepas
benar-sesatnya.
3.
kenyataan suatu proses di dalam waktu
Ditinjau
dari sudut ontologi, seorang penganut pragmatisme memandang kenyataannya
sebagai suatu proses di dalam waktu yang didalamnya yang mengetahui nyata-nyata
memainkan peranan yang kreatif. Dalam arti yang konkrit “yang mengetahui”
membuat hari depan ketika ia membuat kebenaran, hari depan bukanlah sesuatu
yang telah ditentukan yang sepenuhnya tergntung pada masa lampau, melainkan
setiap langkah “yang mengetahui” untukmemasukkan unsur baru yang bersifat
menentukan.
Pilihan
merupakan kemungkinan yang nyata dan tergantung pada tindakan orang yang
memperoleh pengetahuan ketika ia menghadpai masalah-masalah dan berusaha untuk
menyelesaikan. Seseorang yang menganut pragmatisme berpegang pada adanya hal-hal
yang nyata yang tidak tergantung pada pengetahuan kita.
4.
instrumentalisme
John Dewey lebih suka menamakan cara penggambarannya mengenai
pragmatisme dengan memakai istilah pragmatisme dengan instrumentalisme,
untuk memberikan tekanan pada hubungan antara ajarannya dengan tori biologi
tentang evolusi. John Dewey memandang
tiap-tiap organisme berada dalam keadaan perjuangan yang berlangsung terus
menerus terhadap alam sekitarnya dan mengembangkan berbagai perabot yang
memberikan bantuan dalam perjuangan tersebut.
5.
Daya tarik pragmatisme
Pragmatisme merupakan suatu ajaran yang memberikan ukuran bagi
makna dan kebenaran berdasarkan atas proses yang hidup dari penyelesaian
masalah.
D.
Implikasi Pragmatisme Dalam Pendidikan
1.
Tujuan
Pendidikan
Filosof
paragmatisme berpendapat bahwa pendidikan harus mengajarkan seseorang tentang
bagaimana berfikir dan menyesuaikan diri terhadap perubahan yang terjadi di
dalam masyarakat. Sekolah harus bertujuan untuk mengembangkan pengalaman-pengalaman
yang akan memungkinkan seseorang terarah kepada kehidupan yang baik.
Tujuan-tujuan
pendidikan tersebut meliputi:
a.
Kesehatan yang
baik
b.
Keterampilan-keterampilan
dan kejujuran dalam bekerja
c.
Minat dan hobi
untuk kehidupan yag menyenangkan
d.
Persiapan untuk
menjadi orang tua
e.
Kemampuan untuk
bertransaksi secara efektif dengan masalah-masalah sosial
Tambahan tujuan
khusus pendidikan di atas yaitu untuk pemahaman tentang pentingnya
demokrasi.Menurut pragmatisme pendidikan hendaknya bertujuan menyediakan
pengalaman untuk menemukan/memecahkan hal-hal baru dalam kehidupan peribadi dan
kehidupan sosial.
2.
Kurikulum
Menurut para
filosof paragmatisme, tradisi demokrasi adalah tradisi memperbaiki diri sendiri
(a self-correcting trdition). Pendidikan berfokus pada kehidupan yang baik pada
masa sekarang dan masa yang akan datang. Kurikilum pendidikan pragmatisme
“berisi pengalaman-pengalaman yang telah teruji, yang sesuai dengan minat dan
kebutuhan siswa. Adapun kurikulum tersebut akan berubah.
3.
Metode Pendidikan
Ajaran
pragmatisme lebih mengutamakan penggunaan metode pemecahan masalah (problem
solving method) serta metode penyelidikan dan penemuan (inquiri and
discovery method). Dalam praktiknya (mengajar), metode ini membutuhkan guru
yang memiliki sifat pemberi kesempatan, bersahabat, seorang pembimbing,
berpandangan terbuka, antusias, kreatif, sadar bermasyarakat, siap siaga,
sabar, bekerjasama, dan bersungguh-sungguh agar belajar berdasarkan pengalaman
dapat diaplikasikan oleh siswa dan apa yang dicita-citakan dapat tercapai.
4.
Peranan Guru
dan Siswa
Dalam
pembelajaran, peranan guru bukan “menuangkan” pengetahuanya kepada siswa.
Setiap apa yang dipelajari oleh siswa haruslah sesuai dengan kebutuhan, minat
dan masalah pribadinya. Pragmatisme menghendaki agar siswa dalam menghadapi
suatu pemasalahan, hendaknya dapat merekonstruksi lingkungan untuk memecahkan
kebutuhan yang dirasakannya.
Untuk membantu
siswa guru harus berperan:
a.
Menyediakan
berbagai pengalaman yang akan memuculkan motivasi. Film-film, catatan-catatan,
dan tamu ahli merupakan contoh-contoh aktivitas yang dirancang untuk
memunculkan minat siswa.
b.
Membimbing
siswa untuk merumuskan batasan masalah secara spesifik.
c.
Membimbing
merencanakan tujuan-tujuan individual dan kelompok dalam kelas guna memecahkan
suatu masalah.
d.
Membantu para
siswa dalam mengumpulkan informasi berkenaan dengan masalah.
e.
Bersama-sama
kelas mengevaluasi apa yang telah dipelajari, bagaimana mereka mempelajarinya,
dan informasi baru yang ditemukan oleh setiap siswa.
Edward J. Power
(1982) menyimpulkan pandangan pragmatisme bahwa “Siswa merupakan organisme
rumit yang mempunyai kemampuan luar biasa untuk tumbuh, sedangkan guru berperan
untuk memimpin dan membimbing pengalaman belajar tanpa ikut campur terlalu jauh
atas minat dan kebutuhan siswa”.
Callahan dan
Clark menyimpulkan bahwa orientasi pendidikan pragmatisme adalah
progresivisme.Artinya, pendidikan pragmatisme menolak segala bentuk formalisme
yang berlebihan dan membosankan dari pendidikan sekolah yang tradisional.Anti
terhadap otoritarianisme dan absolutisme dalam berbagai bidang kehidupan.
1.
Sifat-sifat Pragmatisme
Pragmatisme mempunyai dua sifat, yaitu merupakan kritik terhadap pendekatan
ideologis dan prinsip pemecahan masalah. Sebagi kritik terhadap pendekatan
ideologis, pragmatisme mempertahankan relevansi sebuah ideologi bagi pemecahan,
misalnya fungsi pendidikan. Pragmatisme mengkritik segala macam teori tentang
cita-cita, filsafat, rumusan-rumusan abstrak yang sama sekali tidak memiliki
konsekuansi praktis. Bagi kaum pragmatis, yang penting bukan keindahan suatu
konsepsi melainkan hubungan nyata pada pendekatan masalah yang dihadapi
masyarakat. Sebagai prinsip pemecahan masalah, pragmatisme mengatakan bahwa
suatu gagasan atau strategi terbukti benar apabila berhasil memecahkan masalah
yang ada, mengubah situasi yang penuh keraguan dan keresahan sedemikian rupa, sehingga
keraguan dan keresahan tersebut hilang.
Dalam kedua sifat tersebut terkandung segi negatif pragmatisme dan
segi-segi positifnya. Pragmatisme, misalnya, mengabaikan peranan diskusi.
Justru di sini muncul masalah, karena pragmatisme membuang diskusi tentang
dasar pertanggungjawaban yang diambil sebagai pemecahan atas masalah tertentu.
Sedangkan segi positifnya tampak pada penolakan kaum pragmatisterhadap
perselisihan teoritis,serta pembahasan nilai-nilai yang berkepanjangan sesegera
mungkin mengambil tindakan langsung.
DAFTAR
PUSTAKA
MuhadjirNoeng.
2001. Filsafat Ilmu. Yogyakarta : Rake Sarasin
S. PrajaJuhaya. 2003. Aliran-Aliran Filsafat
& Etika. Jakarta :Prenada Media
(diakses pada tanggal 1 Mei 2015)
Juhaya S.
Praja..Aliran-Aliran Filsafat & Etika.(Jakarta :Prenada Media,2003),
172.